CIANJUR – Pasca ditetapkannya Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.774-Yanbangsos/2020 tentang upah minimum kabupaten/kota di daerah provinsi Jawa Barat tahun 2021, ternyata banyak menuai protes. Salah satunya dari Aliansi buruh Cianjur Menggugat (ABCM).
Keputusan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tentang upah minimum kota/kabupaten tersebut dinilai buruh di Kabupaten Cianjur sangat tidak relevan. Pasalnya didalam keputusan tersebut, UMK Cianjur tahun 2021 diputuskan tidak naik atau sama dengan UMK tahun 2020.
Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Hendra Malik menilai ada yang aneh dalam penetapan keputusan kenaikan UMK 2021 untuk Kabupaten Cianjur, yang mana dari perjalanan alur pemberian rekomendasi bupati Cianjur kepada dewan pengupahan provinsi diantaranya, rekomendasi pada tanggal (11/11) merekomendasikan 0%. Lalu Disnakertrans Cianjur kembali merekomendasikan Disnakertrans Provinsi Jabar pada tanggal (13/11) atas aspirasi SP/SB sebesar 8%. Selanjutnya pada tanggal (18/11) kembali mencabut rekomendasi kenaikan UMK sebesar 8% atau mencabut rekomendasi ke 1 dan ke 2.
“Jadi, Disnakertrans Cianjur dan juga Pjs Bupati Cianjur seolah memainkan strategi untuk mengecoh serikat pekerja di kabupaten Cianjur,” katanya.
Menurutnya, dari 27 Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Barat hanya Kabupaten Cianjur yang mengirimkan surat rekomendasi sampai empat kali bahkan surat rekomendasi ke empat yang terakhir tidak masuk dalam rapat pleno dewan pengupahan provinsi.
“Seluruh pimpinan serikat pekerja sekabupaten Cianjur sepakat untuk menggugat melakukan perlawanan dan menyatakan akan menggelar aksi unjuk rasa yang akan dilaksanakan pada tanggal 25, 26 dan 27 November, dengan masa aksi kurang lebih 17.000 orang dengan lokasi aksi di pendopo,” paparnya.
Sementara itu Asep Malik, yang juga mewakili Aliansi Buruh Cianjur mengatakan, batalnya UMK naik diduga karena adanya surat siluman susulan yang menyatakan bahwa Cianjur nol persen kenaikan.
“Rekomendasi pertama kenaikan 8 persen lalu muncul rekomendasi kedua nol persen, saat itu kami mendesak agar Pemkab mencabutnya, lalu keluar rekomendasi ketiga kenaikan 8 persen, tiba-tiba pada tanggal 20 muncul rekomendasi keempat sampai dewan pengupahan provinsi tak tahu itu surat dari mana yang menyatakan kenaikan Cianjur nol persen,” ujar Asep Malik, melalui sambungan telefon.