Menurutnya, ASN harus mandiri dan bersikap independen terhadap semua kekuatan politik serta tidak berupaya mempengaruhi pihak lainnya.
Dia juga mengingatkan, pasangan calon kepala daerah, tim sukses, maupun partai politik pengusung dan pendukung, untuk tidak mendekati ASN, baik di ruang publik maupun di ruang privat.
“Pasangan calon kepala daerah bersama tim suksesnya agar dapat saling menjaga jarak dengan ASN, baik di panggung depan maupun panggung belakang, sehingga pelaksanaan pilkada dengan azas luber dan jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, dan jujur, adil) tidak terciderai,” kata Doktor Komunikasi Politik dari Universitas Pajajaran Bandung ini.
Sedangkan akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Slamet Rosyadi mengingatkan sikap tak netral ASN dalam Pilkada dapat menimbulkan konflik internal.
“Idealnya, ASN harus netral agar tidak menimbulkan konflik internal. Selain itu, juga untuk menjaga profesionalitas,” katanya.
Karenanya, dia mengatakan Pemerintah perlu memastikan netralitas ASN menjelang pelaksanaan pilkada tahun ini.
“Pastikan ASN bersikap netral dalam pilkada dan memahami regulasi terkait pelanggaran netralitas beserta sanksi-sanksinya,” katanya lagi.
Pemerintah juga perlu menegaskan agar para ASN menjalankannya dengan konsisten, dengan tujuan agar tidak terlibat dalam praktik politik praktis.
Senada diungkapkan pengamat politik Unsoed Ahmad Sabiq.
“ASN harus bersikap netral dalam seluruh tahapan pilkada dalam artian tidak terlibat atau dilibatkan dalam tarik menarik kepentingan politik dalam pilkada,” katanya.
Netralitas ASN juga diperlukan untuk menjamin pelayanan publik yang adil tanpa adanya penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan politik.
Namun, diakuinya juga ASN berada dalam posisi yang dilematis dalam menjaga netralitasnya.
“Sehingga perlu aturan-aturan yang bisa menumbuhkan atmosfer politik yang dapat mendukung ASN, agar bisa nyaman dalam menjalankan netralitasnya,” katanya.(gw/fin)