SOREANG – Bupati Bandung Dadang M Naser belum lama ini telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo. Surat tersebut berisikan terkait dukungan aspirasi Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori 35+ (GTKHNK 35+) agar secepatnya diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sebagai bentuk dukungan, Dadang mengaku pihaknya telah mengirimkan surat kepada Presiden pada 30 September 2020 lalu. Mengenai permohonan Pemerintak Kabupaten (Pemkab) Bandung kepada pemerintah pusat agar mengalokasikan APBN untuk pembayaran gaji Guru dan Tenaga Pendidikan Honorer sesuai UMK.
Menurut Dadang, pihaknya menginginkan agar para guru dan tenaga kependidikan menjadi pegawai negeri. Upaya tersebut sebagai bentuk perlindungan dari Pemkab Bandung tentang nasib guru dan tenaga pendidik honorer. ”Periode pertama Pak Joko Widodo sudah bagus untuk program honorer. Karena honorer tidak perlu dites atau diadu dengan pendatang baru. Kalau saat ini ada testing. Yang terakomodir menjadi ASN kebanyakan yang baru,” kata Dadang Naser saat diwawancara di Soreang, Jumat (23/10).
Dadang mengatakan, sebanyak 300 orang PNS yang pensiun setiap bulannya. Dengan banyaknya PNS yang pensiun, tentu Pemkab Bandung dipastikan kekurangan pegawai. Sehingga dibutuhkan pegawai berstatus PNS untuk mengisi kekosongan di beberapa OPD, termasuk di sektor pendidikan.
”Kami ingin dorong percepatan peningkatan status. Yang sudah mengabdi lama harus diprioritaskan dan tanpa testing. Bayangkan sekarang, banyak gurunya kalah statusnya sama muridnya. Guru masih honorer, namun murid sudah jadi ASN,” jelasnya.
Dadang menjelaskan, status guru dan tenaga kependidikan yang berstatus honorer harus diperjuangkan. Karena jika diikutkan tes, maka bakal banyak yang tidak akan lulus karena kalah kompetitif keilmuwannya. Sebab, peserta yang mengikuti tes banyak dari kalangan sarjana lulusan baru.
”Kan, kasihan kalau dites. Kalau di masalah metodologi dan teknik mengajar mereka yang sudah mengabdi lama pasti matang. Tapi kalau dites bisa saja kalah kemampuan sama yang baru. Masalahnya, mereka (guru dan tenaga kependidikan honorer) kadang sudah lupa materi di tes. Contoh, guru yang mengajar lama PMP, maka kalau dites bahasa Inggris, pasti kalah. Beda sama yang lulusan-lulusan baru,” tuturnya.