PANDEMI Covid-19 membuat banyak korban. Bukan hanya masyarakat awam, melainkan juga tenaga kesehatan, khususnya perawat. Berdasar data Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim, hingga Agustus 2020, perawat yang terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 727 orang dan meninggal 20 orang. Hal itu membuat rumah sakit (RS) mulai kekurangan tenaga perawat. Beban kerja perawat menjadi meningkat dan rawan tertekan secara psikologis. Hal ini menyebabkan tingginya kebutuhan kesehatan mental emosional perawat di RS. Program pemerintah dengan memberikan tunjangan dan penghargaan lain menjadi salah satu suntikan moril dan materiil bagi mereka.
Profesi keperawatan mengajarkan untuk memiliki jiwa penuh kasih dan ikhlas melayani sesama. Perawat bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan keluarga agar tidak tertular Covid-19 saat di rumah. Di sisi lain, perawat memiliki tantangan dalam melakukan perawatan di RS seperti interaksi emosional, psikologis yang intens dan berkelanjutan dengan pasien, keluarga, serta penunggu lainnya.
Gangguan mental dapat berbentuk cemas, khawatir berlebihan, takut, mudah tersinggung, sulit konsentrasi, ragu atau merasa rendah diri, kecewa, pemarah, dan agresif. Reaksi fisik dapat berupa jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala, gangguan regulasi hormonal, hipertensi, diabetes melitus, asam urat, kolesterol, dan masalah imunologis lainnya.
Perubahan suasana mental emosional merupakan sebuah gangguan yang berdampak pada gangguan fisik dan jarang disadari oleh penderitanya. Perawat saat terganggu mental emosionalnya tidak akan datang ke faskes untuk berobat karena mereka tidak menyadari mengalami gangguan ini. Mereka hanya merasa kurang nyaman, tidak tahu harus bagaimana, harus berbuat apa, mulai dari mana. Perut lapar, tetapi tidak ingin makan. Ngantuk, tetapi tidak bisa tidur. Di keramaian ingin menyepi, di kesepian ingin mencari keramaian, dan sebagainya. Akibatnya, banyak pekerjaan yang tertunda, kualitas kerja terganggu, kualitas hidup terganggu, dan produktivitas terganggu.
Covid-19 adalah virus yang baru diidentifikasi dan bukti masih bermunculan tentang dampak patofisiologis dan epidemiologi serta implikasi demografis dari pandemi. Faktor-faktor perawat mengalami status gangguan mental, stres, kecemasan, gejala depresi, insomnia, penyangkalan, kemarahan, dan ketakutan disebabkan mereka memiliki risiko tinggi potensi terinfeksi virus, perlindungan yang tidak memadai, jam kerja yang panjang, kelelahan fisik dan mental, diskriminasi, isolasi, perawatan pasien yang kompleks, dan kurangnya kontak dengan keluarga semakin menambah rentetan penyebab stres perawat.