Gangguan Mental Perawat saat Pandemi

RS bukan lagi menjadi garis depan, tetapi garis akhir pertahanan un­tuk melawan Covid-19. Pemerintah memutus­kan berbagai langkah konkret untuk mencegah penularan seperti kampa­nye sering mencuci tangan pakai sabun, bermasker saat keluar rumah, menghindari sentuhan, jangan sentuh area wa­jah, etika bersin dan batuk, hindari berbagi barang pribadi, bersihkan perabot rumah menggunakan disinfektan, physical distancing, selalu mencuci bahan makanan, dan tingkatkan imunitas tubuh. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) juga telah dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk men­gurangi penularan secara masif dan sangat mem­bantu tenaga kesehatan, khususnya perawat, untuk lebih efektif menangani pasien Covid-19.

Kemampuan adaptasi psikososial perawat dipen­garuhi oleh penilaian ter­hadap stresor dan kondisi orang yang menilai. Tujuan akhirnya adalah hadapi atau lari dari kenyataan (fight or flight). Penilaian terha­dap stresor ditentukan oleh kondisi pikiran, perasaan, fi­siologis tubuh, perilaku, dan keadaan lingkungan sekitar. Kondisi orang yang menilai dipengaruhi oleh kebiasaan personal, dukungan sosial, kepemilikan aset materi, dan keyakinan positif. Menu­rut hemat saya, tambahkan nilai-nilai spiritual yang da­pat memperkuat meaning of lifes karena prinsip keyaki­nan spiritual akan berupaya mempertahankan kehar­monisan, keselarasan den­gan dunia luar. Keyakinan spiritual menjadi motivator internal dalam berjuang un­tuk menjawab, mendapat­kan kekuatan ketika sedang menghadapi musibah, pen­yakit fisik, stres emosional, keterasingan sosial, bahkan ketakutan menghadapi an­caman kematian.

Solusi mencegah ter­jadinya gangguan mental emosional perawat selama pandemi adalah melatih kemampuan adaptasi, bangun pikiran, perasaan, dan kebiasaan hidup positif, dapatkan dukungan sosial, serta perkuat keyak­inan spiritual yang akan membantu menemukan makna hidup. Setiap orang harus bertanggung jawab terhadap dirinya masing-masing untuk bersama ber­juang melawan pandemi. Biarlah kita terhindar dari masalah gangguan mental emosional dan tetap sehat jiwa. Di sisi lain, ini menjadi koreksi bersama terhadap pembentukan kurikulum pendidikan perawat di masa depan bahwa pengendalian emosional menjadi fun­damental dalam teori dan praktik keperawatan.

Tinggalkan Balasan