Penguatan Integritas Siswa Saat Pandemi Covid-19

Harapan sebagian besar siswa, guru, orang tua siswa, dan warga sekolah lainnya untuk dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung tidak dapat terwujud. Padahal, dengan masuknya waktu pada awal tahun pelajaran baru, mereka berharap bahwa pemerintah akan membuka sekolah sehingga dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung.

Tak ayal, penerpan kebijakan tersebut melahirkan protes dan keluhan dari berbagai pihak, terutama orang tua siswa. Mereka mengeluhkan karena pola PJJ yang dilaksanakan selama ini sangatlah tidak efektif. Siswa bukannya belajar dengan moda daring, malah menggunakan perangkat androidnya untuk bermain game on line. Tugas yang harusnya dikerjakan siswa malah menjadi tugas tambahan bagi orang tuanya. Pelaksanaan pembelajaran moda daring sangatlah menyedot kuota internet mereka. Belum lagi keluhan dari siswa yang tidak dapat melaksanakan pembelajaran daring.

Penguatan Integritas Siswa

Semenjak pemberlakuan belajar dari rumah dengan pola PJJ, baik daring maupun luring, sekolah dengan sangat terpaksa mendelegasikan tugas pembimbingan belajar atas setiap siswa kepada para orang tuanya masing-masing. Pendelegasian dilakukan karena pembimbingan tidak dapat dilakukan oleh guru seperti halnya yang biasa dilakukan saat peaksanaan pembelajaran tatap muka langsung.

Sekalipun sebelumnya tanpa persiapan matang, para orang tua menerima pendelegasian tersebut karena pandemi Covid-19 masih terus mengancam dan tidak menutup kemungkinan menyebar pula di sekolah yang menjadi tempat belajar anak-anaknya. Penerimaan pendelegasian pembimbingan tersebut didasari oleh ekspektasi bawa pelaksanaan PJJ tidak akan berlangsung lama, sehingga dengan secepatnya anak-anak mereka akan dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung, seperti yang dilakukan pada situasi normal.

Awal tahun pelajaran baru ternyata masih tetap diwarnai kebijakan PJJ dengan moda daring dan/atau luring. Penerapan kebijakan awal tahun pelajaran baru tersebut melahirkan banyak keluhan dari orang tua siswa dan siswa tentunya. Keluhan berujung pada keinginan agar sekolah melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung. Keinginan mereka tersebut sah-sah saja terjadi karena dilatarbelakangi kejenuhan selama lebih kurang empat bulan lamanya melaksanakan PJJ.

Berkaca pada fenomena PJJ selama empat bulan ke belakang, pendelegasian pembimbingan belajar kepada orang tua tidak sedikit yang salah kaprah dalam implementasinya. Alih-alih, melaksanakan pembimbingan belajar, ternyata para orang tua ikut membuatkan berbagai tugas yang diberikan guru kepada siswanya. Alhasil, hasil pekerjaan yang diserahkan kepada guru merupakan hasil pekerjaan orang tua siswa. Kasus ini tidaklah banyak terjadi, tetapi ikut mewarnai fenomena pelaksanaan pola PJJ pada penghujung tahun pelajaran yang telah lalu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan