Vaksin Bandung

Tingkat kehati-hatian di bidang ini saya lihat setara dengan tingkat kehati-hatian di bidang nuklir.

Saya salut pada Biofarma yang mengurus hak uji coba ini di Indonesia. Agar kita bisa punya hak memproduksi vaksin itu untuk orang Indonesia.

Dengan demikian kita tidak perlu –seperti diucapkan seorang ahli ekonomi– menunggu tiga tahun untuk antre mengimpor vaksin itu.

Saya pun begitu ingin jadi relawan uji coba tahap 3 ini. Agar Indonesia lebih cepat punya vaksin. Bahwa itu vaksin bin huaren apa bedanya dengan vaksin binti Trump. Saya siap ikut jadi relawan. Misalnya untuk golongan umur 70 tahun. Siapa tahu ada gunanya.

Kalau dikhawatirkan biaya uji coba akan naik, saya sanggup menanggung biaya uji coba saya sendiri itu.

Tapi kalau harus pindah ke Bandung? Sayang, saya punya bayi baru yang masih harus dikeloni siang-malam: Harian DI’s Way. Tapi kalau memang diizinkan, saya siap saja pindah ke Bandung, dua bulan.

Biaya-biaya yang timbul, saya bayangkan, adalah biaya lab untuk periksa darah lengkap, foto paru-paru, jantung, ginjal, dan otak. Tidak akan terlalu mahal.

Katakanlah: Rp 5 juta.

Kalau Biofarma memerlukan pemeriksaan terhadap 2.000 relawan total ya memang besar: Rp 10 miliar. Dari 2000 relawan itu tentu bisa didapatkan 1600 yang layak diuji coba.

Kalau saya diikutkan Biofarma bisa lebih hemat. Biaya Rp 10 miliar tadi bisa tinggal Rp 9.995.000.000.

Tentu tidak mudah mengkoordinasilan 1.600 relawan. Yang harus diperiksa dengan teliti.

Mungkin itulah sebabnya hujan belum bisa turun di bulan November.(Dahlan Iskan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan