Demokrasi dan Otonomi Daerah Masa Utsman Bin Affan

Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, di mana Rasullullah S.A.W. memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat Wali Kota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1.000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk. Nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1.000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.

Demokratisasi Utsman bin Affan

Di masa pemerintahan Utsman, ekspansi terus dilakukan. Atas usul Muawiyah, Utsman juga membentuk armada angkatan laut. Wilayah yang dikuasai yakni Afrika: Barqah, Tripoli Barat, bagian selatan negeri Nubah Asia: Armenia, Tabaristan, Amu Daria, negeri-negeri Balkha, Harah, Kabul, dan Haznah di Turkistan Eropa: Cyprus. Ia membagi kekuasaan Islam menjadi 10 provinsi dengan masing-masing amir atau gubernur. Di bawah Utsman, umat Islam mengalami era paling makmur dan sejahtera. Konon, rakyatnya mampu naik haji berkali-kali. Bahkan budak dijual berdasarkan berat timbangannya. Ia membangun polisi keamanan dan pengadilan. Sebelumnya, pengadilan digelar di masjid. Di masa Utsman, khotbah Idul Fitri dan Idul Adha didahulukan sebelum shalat. Begitu juga azan pertama pada salat Jumat. Ia memerintahkan tanah yang kosong untuk digarap sebagai sawah. Ia berjasa membangun bendungan untuk mencegah banjir dan mengairi sawah. Banyak juga jalan dan jembatan yang dibangun. Usman juga dikenang sebagai khalifah pertama yang memperbaiki dan memperluas Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Ini seiring banyaknya umat Islam yang melaksanakan ibadah haji sebagai rukun Islam kelima. Prestasi Utsman yang paling gemilang yakni membukukan Al-Quran. Pembukuan dilakukan karena Islam semakin luas. Ada perbedaan bacaan dan dialek dalam melafalkan Qur’an. Orang yang pertama memperhatikan ini adalah Huzaifah bin Yaman. Huzaifah menyampaikannya kepada Utsman. Menanggapi ini, Usman membentuk panitia pembukuan Al-Quran. Al-Quran kemudian digandakan dan dikirim ke Mekkah, Suriah, Basrah, Kufah, dan Madinah. (Nibras Nada Nailufar, Kompas.com, 3/3 2020)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan