Utamakan Berbahasa Indonesia di Ruang Publik

JAKARTA – Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara harus diutamakan penggunaanya, terlebih saat di ruang publik. Hal tersebut ditegaskan, Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gufran Ali Ibrahim dalam acara bincang-bincang kebangsaan dalam perspektif kebahasaan dan kesastraan, di kantor Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Rawamangun, Jakarta Timur, baru-baru ini.

”Ini adalah perintah undang-undang dengan semangat mengutamakan bahasa negara di ruang publik,” tegas Gufran.

Acara yang diikuti sekitar 300 peserta tersebut mengangkat tema ’Satu Dekade Undang-Undang Kebahasaan dan Lanskap Kebahasaan Indonesia Terkini’. Bincang-bincang kebangsaan dalam perspektif kebahasaan dan kesastraan tersebut diselenggarakan dalam rangka memperingati satu dekade Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

”Selain itu, kegiatan ini juga merupakan salah satu rangkaian kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2019,” terangnya.

Acara itu menghadirkan pembicara, yakni Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Prof. Dr. Gufran Ali Ibrahim, M.S.; Ketua Ombudsman RI, Prof. Amzulian Rifai, S.H., LL.M., Ph.D.; Kepala Pusat Bahasa periode 2001 – 2009, Prof. Dr. Dendy Sugono, dan; Anggota DPR RI periode 2014 – 2019, Dr. Dra. Popong Otje Djundjunan.

Menurut Gufran, dirinya kerap menemukan pengabaian pemakaian bahasa Indonesia di ruang publik. Sehingga, terkesan bahasa negara dinomorduakan.

”Pengutamaan bukan berarti melepaskan bahasa asing. Penggunaan bahasa asing tetap dibolehkan, tetapi harus mengutamakan bahasa Indonesia terlebih dahulu,” ujarnya.

”Jadi harus ditulis dahulu kalayang baru skytrain. Mengapa? Itu penting karena untuk mengutamakan bahasa Negara,” imbuhnya.

Dia mengungkapkan, Peraturan Presiden terkait penggunaan bahasa Indonesia baru ditandatangani bulan lalu. Sehingga, ke depan akan ada langkah-langkah yang disebut dengan NSPK (norma, standar, prosedur, dan kriteria).

”Aturan turunannya untuk memastikan pelaksanaan pengawasan penggunaan bahasa Indonesia terutama di ruang publik bisa dilakukan,” terang Gufran.

Dia berharap, dengan adanya kegitan ini dapat memberikan perspektif baru bagi masyarakat dari berbagai sudut pandang mengenai Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 yang mengatur kebahasaan di Indonesia. Selain itu, kegiatan ini diharapkan juga dapat meninjau kembali penerapan Undang-undang Kebahasaan dalam lanskap kebahasaan sebagai identitas bangsa yang melibatkan partisipasi masyarakat.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan