Saya harus membiasakan lagi cara lama: mengemudikan mobil secara manual.
“Tidak ada yang matic,” ujar manajer Europcar di kota Cardiff, Inggris, itu.
Ini aneh. Di negara maju sulit mendapat mobil matic.
Waktu ke Inggris, yang duluuuu, saya tidak memperhatikan. Waktu itu saya hanya numpang mobil orang.
Sekarang saya harus nyetir sendiri. Terutama kalau ke jurusan pedalaman. Yang tidak ada jalur bus dan kereta.
“Orang Inggris lebih suka mengemudikan mobil manual,” ujar manajer tersebut.
“Rasanya tidak masuk akal,” kata saya.
“Harganya lebih murah. Asuransinya juga lebih ringan,” tambahnya.
“Apakah harga begitu menjadi pertimbangan?”
“Sangat,” jawabnya. “Orang Inggris ini miskin-miskin,” katanya, datar.
“Inggris itu kaya raya. Indonesia yang miskin.”
“Negara Inggris yang kaya. Rakyatnya tidak. Tapi rakyatnya memang terjamin. Fasilitas yang mereka terima cukup,” katanya.
Maksudnya: ke dokter gratis. Rumah sakit gratis. Sekolah gratis.
Tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan dalam hidup.
“Sebenarnya tidak gratis. Rakyat membayar pajak,” katanya.
Di Inggris, katanya, lebih 80 persen mobil adalah manual.
Baru tahu.
Makanya, waktu sewa mobil di Irlandia Utara pun dapatnya juga yang manual.
Ini berbeda sekali dengan di Amerika. Yang saya tidak pernah melihat ada mobil yang manual.
Sekalian nostalgia.
Kalau terakhir saya mengemudikan mobil manual enam bulan lalu. Saat menyusuri Sumba. Dari ujung barat ke ujung timur. Mobil pinjaman teman di sana.
Awalnya kagok. Setelah itu biasa lagi. Toh di Inggris sistem kemudinya pakai setir kanan. Di jalur kiri. Seperti di Indonesia.
Selama beberapa hari itu hanya sekali hampir bahaya. Yakni saat perjalanan dari Bournemouth ke Southampton. Setelah dari Cardiff, Somerset dan Plymouth.
Mobil tiba-tiba berhenti sendiri. Mesin mati. Di bundaran. Telat ganti gigi. Hampir ditabrak truk yang lagi membelok.
Saya lupa pelajaran pertama mengemudikan mobil: ganti ke gigi yang lebih rendah sebelum berbelok. Jangan ketika sedang berbelok. Atau sudah berbelok.
Atau, pindahlah ke gigi yang lebih rendah –sebelum menanjak. Jangan ketika sudah di tanjakan.