BANDUNG – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat fokus membenahi sistem pengupahan melalui reformasi kebijakan pengupahan demi kelangsungan hidup perusahaan dan para pekerjanya.
Kepala Disnakertrans Jabar Mochamad Ade Afriandi mengatakan, berdasarkan hasil pengawasan dan pengaduan, tingkat kepatuhan terhadap ketentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di wilayah-wilayah dengan besaran UMK tertinggi, seperti Kabupaten Karawang, Kabupaten dan Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Bogor, serta Kabupaten Purwakarta sangat rendah.
“Ketidakpatuhan tersebut terdapat pada dua area utama, yakni tidak terpenuhinya upah minimum dan pembayaran upah minimum kepada pekerja dengan masa kerja lebih dari satu tahun,” sebut Ade dalam Konferensi Pers 100 Hari Pertama Kinerja Kadisnakertrans Jabar di Kantor Disnakertrans Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, belum lama ini.
Menurut Ade, ketidakmampuan pihak perusahaan memenuhi ketentuan UMK, khususnya di wilayah dengan besaran UMK tertinggi tersebut tak ayal membuat perusahaan skala kecil dan menengah, industri padat karya seperti garmen, dan perusahaan yang terkait erat dengan persoalan harga dunia seperti perkebunan, terguncang.
Mengacu pada rendahnya tingkat kepatuhan terhadap ketentuan UMK dan terguncangnya perusahaan karena tidak mampu membayar upah pekerjanya sesuai ketentuan UMK menjadi alasan utama reformasi kebijakan pengupahan di Jabar.
“Kedua faktor tersebut (rendahnya kepatuhan dan keguncangan industri) merupakan alasan kuat untuk dilakukannya reformasi kebijakan pengupahan di Jabar,” katanya.
Ade melanjutkan, hingga 100 hari pertama masa kerjanya sebagai Kepala Disnakertrans Jabar, sedikitnya tujuh Surat Keputusan (SK) Gubernur Jabar terkait pengupahan telah diterbitkan.
Ketujuh SK Gubernur tersebut, yakni SK Gubernur tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Kota Sukabumi, UMSK Kabupaten Cianjur, UMSK Kabupaten Purwakarta, UMSK Kabupaten Bekasi, UMSK Kota Bekasi, serta SK Gubernur tentang Upah Minimum Khusus Pekebunan dan Upah Minimum Khusus TPT Kabupaten Bogor.
Dalam konteks percepatan reformasi kebijakan pengupahan ini, pihaknya telah menggelar berbagi kegiatan seperti lokakarya pengupahan, rapat-rapat Dewan Pengupahan, kunjungan lapangan, pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kabupaten/kota, pertemuan dengan serikat pekerja dan serikat buruh hingga meninjau langsung perusahaan, khususnya industri garmen yang terancam gulung tikar dan direkokasi. “Termasuk di dalamnya, kami juga telah membuka Posko Pengaduan dan Konsultasi THR menjelang Hari Raya Idul Fitri yang lalu,” kata Ade.