“Akibat rangkaian cerita bohong terdakwa yang seolah-olah benar terjadi penganiayaan, disertai mengirim foto wajah dalam kondisi lebam mengakibatkan kegaduhan dan atau keonaran di kalangan masyarakat baik di media sosial maupun terjadinya unjuk rasa,” urai JPU Rahimah membacakan dakwaannya.
Jaksa juga menguraikan rangkaian kebohongan yang dilakukan Ratna lewat pesan WhatsApp, termasuk menyebarkan foto-foto wajah yang lebam dan bengkak. Klimaks kebohongan itu terjadi saat calon presiden Prabowo Subianto disebut jaksa menggelar jumpa pers pada 2 Oktober 2018.
“Yang disampaikan Prabowo Subianto tentang terjadinya penganiayaan yang dialami terdakwa, padahal wajah lebam dan bengkak terdakwa merupakan akibat tindakan medis operasi perbaikan muka atau tarik muka pengencangan kulit muka di rumah sakit khusus bedah Bina Estetika di Menteng,” paparnya.
Dan atas perbuatannya, JPU pun menjerat Ratna dengan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidanadan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sementara setelah pembacaan dakwaan itu, Tim pengacara Ratna Sarumpaet pun mengajukan permohonan tahanan kota bagi kliennya. Alasannya, melihat kondisi kesehatan Ratna diusianya yang sudah senja.
“Kami selaku tim penasihat hukum terdakwa mengajukan permohonan untuk pengalihan jenis penahanan, dari rumah tahanan negara Polda Metro Jaya menjadi tahanan rumah atau tahanan kota,” kata salah satu pengacara Ratna Sarumpaet membacakan permohonan tahanan kota dalam persidangan.
Sayangnya, pengajuan tahanan kota yang sebenarnya sudah dua kali disampaikan saat proses penyidikan itu di tolak. Sedangkan dalam kesempatan itu, Ratna mengakui dari dakwaan JPU.
Meski demikian, Ratna menyampaikan ada kejanggalan yang dirasakan dalam proses hukum yang dijalaninya sejak awal. Termasuk dakwaan yang dibacakan oleh JPU. Ratna meminta agarhakim berlaku adil terhadap perkara hukum yang menjeratnya.
“Saya mengerti, walaupun saya merasa ada beberapa poin yang tidak sesuai fakta materi kasusnya. Sebagai warga negara yang ditahan saya menuntut keadilan. Selama penyidikan ada ketegangan yang luar biasa dan saya sadar bahwa ini politik,” ungkap Ratna di persidangan.
Pernyataan dari Ratna pun langsung di tanggapi oleh Hakim ketua. Menurutnya, pengadilan tidak ikut campur terkait dengan politik dalam menyidangkan kasus ini, melainkan hanya untuk mengadili perbuatan terdakwa saja.