Azrul menjadi wartawan karena mereka. Bukan karena saya. Bapaknya ini justru ingin menjauhkan anaknya dari dunia jurnistik. Denga mengirimnya jauh-jauh ke Amerika. Tidak disangka undian penempatan itu menentukan nasibnya: mendapatkan bapak angkat yang jurnalis.
Meski tidak lagi di surat kabar ternyata saya tetap sangat asyik berjurnalistik. Melalui media baru ini. DIs Way ini. Yang menurut mas Joko Intarto sudah dibaca lebih dari lima juta orang. Sudah melebihi pembaca saya saat di koran dulu. Mungkin karena jangkauannya yang lebih luas.
Saya sendiri sering bertanya dalam hati: mengapa saya begitu asyik berjurnalistik. Oh.. Mungkin karena itulah darah daging saya. Bisnis pun bermula dan berbasis di jurnalistik. Koran boleh mati. Tapi jurnalistik akan terus hidup. Hidup jurnalistik! (*)
