“Menyesal Kenapa Rusak Lingkungan Saya Sendiri”

Untuk mengganti nilai eko­nomis para pemburu burung, Komunitas Sapatapaan tak begitu saja mengehentikan mereka, tetapi ada upaya pemberdayaan. Salahsatunya dengan menjadikan mereka guide bagi wisatawan yang akan berkunjung dan menik­mati alam Citengah, terutama Sapatapaan.

”Saya itu dulu pemburu bu­rung, penjahat burung lah is­tilahnya. Selama saya sudah mengikuti komunitas. Seperti kemarin dari Kepundang, terus kemarin Pro Pauna. Alhamdu­lillah, saya berhenti. Intinya saya menjadi guide, ternyata burung-burung langka di sini, semua ada. Seperti burung elang jawa, kadalan birak, segala je­nis burung ada di sini. Bahkan setelah saya cek ada sekitar 110 burung. Makanya saya sudah mulai takut,” ungkapnya lagi.

”Sekarang total nggak (ber­buru) sama sekali. Saya me­nyesal, kenapa saya sampai merusak lingkungan saya pribadi,” imbuhnya.

Dengan menjadi guide, dia mendapatkan hasil dari jasanya. Meski tak sebesar dulu, namun merasakan betapa indahnya alam. Hobinya ter­hadap burung pun masih dapat tersalurkan, dan tentu saja, masih bisa melihat bu­rung-burung langka terbang bebas di alam terbuka, meru­pakan kesenangan batin yang tak ternilai harganya.

”Kesan yang saya rasakan, pertama memang kita mengik­uti indahnya alam. Kesannya itu, saya merasa bodoh ka­rena selama saya menjadi pemburu ternyata burung-burung itu langka. Sekarang populasinya sudah mulai berkurang. Jadi penyesalan itu, timbul sendiri, gimana ya, susah dikatakan. Intinya, sekarang saya benar-benar menyesal,” tutupnya.

Wasman, pecinta lingkungan yang mendamping Ajum tak menampik jika banyak para pemburu burung, khususnya yang berasal dari Citengah bertaubat. Mantan Camat Sumedang Selatan ini, terus melakukan edukasi bersama eloner, dan pro fauna serta para pencinta fotografi pada masyarakat.

Bahkan dikatakan Wasman, ada satu burung yang saat itu sakit kemudian dipelihara oleh­nya di Sapatapaan, setelah sembuh, burung itu di lepas liarkan. Anehnya, sebut dia, setiap pagi burung itu seolah masih ingin hidup bersama Komunitas Sapatapaan, dia kerap menclok di pohon-pohon yang ada di sekitar situ.

”Selain burung di sini juga masih banyak kera. Tapi kalau saya amati, mereka datang kalau pucuk-pucuk pohon di sini tumbuh, kalau tidak me­reka mencari tempat lain,” sambungnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan