JAKARTA – Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) kembali menunjukkan eksistensinya. Beberapa hari terakhir, publik dikejutkan dengan munculnya grup-grup LGBT di media sosial. Parahnya, LGBT kini mulai menyasar pelajar SMP hingga SMA.
Jumlah anggota grup yang terindikasi mengandung konten LGBT itu memiliki ribuan pengikut. Pemerintah pun bergerak cepat. Kominfo sudah melakukan pemblokiran terhadap grup tersebut. Bahkan, aparat kepolisian dari Polres Garut tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan pelajar di kabupaten tersebut terlibat LGBT.
Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Susanto mengaku prihatin atas maraknya gerakan LGBT. Apalagi saat ini sudah mulai terang-terangan sampai menyasar pelajar. Ia meminta kepada pemerintah untuk secepatnya melakukan pencegahan dan penanganan mengingat kerentanan anak yang mudah terpapar perilaku menyimpang itu.
”Kami prihatin atas maraknya LGBT yang menyasar anak pelajar. Ini tak boleh terjadi. Anak harus dilindungi dari perilaku menyimpang. Pemerintah daerah harus melakukan pencegahan dan penanganan atas kerentanan anak terpapar perilaku tersebut,” kata Susanto kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (17/10).
KPAI sendiri, lanjut Susanto akan memaksimalkan pengawasan agar seluruh stakeholders dapat melakukan fungsinya dengan baik dalam melekukan perlindungan terhadap anak-anak. Pihaknya pun sudah meminta kepada Kominfo untuk melakukan langkah-langkah agar perilaku tersebut tidak menyebar luas melalui media sosial.
”Kami akan memaksimalkan pengawasan. Kami sudah meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika agar memblokir grup-grup media sosial yang rentan menyasar anak sebagai korban perilaku menyimpang,” ujarnya.
Mengenai proses hukum yang tengah berlangsung di Polres Garut, KPAI akan mengawal proses hukum berdasarkan mandat Undang-Undang yang melekat pada KPAI. ”Kami akan mengawasi proses hukum yang sedang berjalan. Itulah mandat UU,” pungkasnya.
Sejauh ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) sudah melakukan pemblokiran terhadap 890 ribuan website dan group media sosial yang melanggar Undang-Undang. Dari jumlah tersebut, 80 persen diantaranya mengandung konten pornografi.
Pemblokiran terhadap 890 ribuan website itu terhitung sampai dengan awal Oktober 2018. Pemblokiran tersebut termasuk juga didalamnya group media sosial seperti Facebook (FB) yang belakangan marak memuat konten LGBT. Seperti yang terjadi di Kabupaten Garut dan beberapa daerah lainnya.