BANDUNG – Akibat kekeringan yang melanda hampir seluruh wilayah di Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Emil) mengaku, Musim kemarau bebebrapa tempat menjadi krisis air. Bahkan, sejumlah waduk besar di Jabar debit airnya sudah turun sangat drastis.
Untuk menanggulanginya, dia mengaku sudah berkoordinasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk segera menerapkan sistem hujan buatan di sekitar waduk-waduk.
“Minggu depan akan dimulai modifikasi cuaca untuk menghasilkan hujan di bendungan yang kekurangan air,” jelas Emil ketika ditemui di Gedung Sate kemarin. (12/10).
Menurutnya, hujan buatan ini akan diturunkan dengan intensitas hingga 20 kali dan akan diturunkan disekitar waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta. Sebab, ketinggian permukaan air di waduk terbesar se-Indonesia itu sudah surut 13 meter.
Dia menilai, dengan hujan buatan, volume air di berbagai waduk bisa kembali bertambah sehingga tidak mengganggu proses pengairan. Sebab, jika kekeringan ini terus berlanjut maka akan mengakibatkan bencana.
’’Ini luar biasa. Bisa krisis listrik Jawa-Bali,” katanya.
Di tempat yang sama, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Happy Mulya mengatakan, debit air Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang menyusut drastis. Kini yang tersisa hanya seperempatnya saja dari yang sebelumnya hampir mencapai 1 miliar meter kubik.
“Sekarang (air Waduk Jatigede) tinggal 29 persen. Sekitar 290 juta meter kubik, karena kekeringan,” katanya.
Berdasarkan prediksinya, musim hujan akan mulai turun di sekitar Waduk Jatigede mulai bulan ini. Namun, kenyataan sampai saat ini belum pernah hujan meski hanya gerimis.
Akibatnya, sebanyak 3.000 hektare lahan pertanian tidak terari air yang biasanya dipasok dari Waduk Jatigede.
Seharusnya, pada musim tanam ketiga ini petani menanam palawija yang tidak memerlukan air dalam jumlah banyak. Namun, mereka khususnya yang berada di wilayah hulu Waduk Jatigede tidak mengindahkan itu karena masih menamam padi.
Akibatnya, petani-petani di wilayah hulu menggunakan pompa untuk menyedot air sehingga petani yang berada di hilir kehabisan.
“Sebenarnya airnya ada, cukup untuk pertanian. Tapi banyak pompa-pompa liar,” katanya.