DD Seret Kuwu Winong Masuk Bui

”Saya sebagai camat sudah beberapa kali untuk mengingatkan permasalahan itu, namun kuwu tidak pernah mengindahkan, sehingga akibatnya seperti ini,” ujarnya. (den/ign)

SEBAGAIAN MEREKA YANG TERJERAT

2015

  • Kepala Desa Banjarsari (nonaktif), Kecamatan Jeti : Dugaan Korupsi Rp 487 juta tahun anggaran 2015
  • Kepala dan Mantan Pejabat DesaBumi Sari, Kecamatan Beutong, Nagan Raya :  Dugaan penggunaan dana desa fiktif Rp 120 juta.

2017

  • Kepala Desa Runut, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT): Dugaan penggelapan tunjangan aparat desa dan BPD Rp 123.100.000

2018

  • Kepala Desa Sumberingin Kulon, Kecamatan Ngunut : Dugaan korupsi Dana Desa Tahun Anggaran 2015 Rp 264.257.177 dan ADD Rp 419.400.000
  • Desa Taman Jaya, Kecamatan Kotabumi Selatan, Lampung Utara: Dugaan Korupsi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2016
  • Kepala Desa Bonto Manurung, Tompobulu, Maros, Muh Haris (Divonis 1 Tahun 6 Bulan) : Dugaan Korupsi Dana Desa Tahun 2014-2015.

Sumber: Berbagai Sumber Diolah.

 

12 MODUS KORUPSI DD 

  1. Membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar. Ini bisa diantisipasi jika pengadaan dilakukan secara terbuka dan menggunakan potensi lokal desa. Misalnya, pengadaan bahan bangunan di toko bangunan yang ada di desa sehingga bisa melakukan cek bersama mengenai kepastian biaya atau harga-harga barang yang dibutuhkan.
  2. Mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain. Modus ini hanya bisa terlihat jika pengawas memahami alokasi pendanaan oleh desa. Modus seperti ini banyak dilakukan karea relatif tersembunyi. Karena itulah APBDes arus terbuka agar seluruh warga bisa melakukan pengawasan atasnya.
  3. Meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan. Ini juga sangat banyak terjadi, dari mulai kepentingan pribadi hingga untuk membayar biaya S2. Budaya ewuh-prakewuh di desa menjadi salahsatu penghamat pada kasus seperti ini sehingga sulit di antisipasi.
  4. Pungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten. Ini jua banyak terjadi dengan beragam alasan. Perangkat desa tak boleh ragu untuk melaporkan kasus seperti ini karena desa-lah yang paling dirugikan.
  5. Membuat perjalanan dinas fiktif kepala desa dan jajarannya. Banyak kasus perjalanan untuk pelatihan dan sebagainya ternyata lebih ditujukan utuk pelesiran saja.
  6. Pengelembungan (mark up) pembayaran honorarium perangkat desa. Jika modus ini lolos maka para perangkat desa yang honornya digelembungkan seharusnya melaporkan kasus seperti ini. Soalnya jika tidak, itu sama saja mereka dianggap mencicipi uang haram itu.
  7. Pengelembungan (mark up) pembayaran alat tulis kantor. Ini bia dilihat secara fisik tetapi harus pula paham apa saja alokasi yang telah disusun.
  8. Memungut pajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak. Pengawas harus memahami alur dana menyangkut pendapatan dari sektor pajak ini.
  9. Pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun peruntukkan secara pribadi. Lagi-lagi ewuh prakewuh menjadi salahsatu penghambat kasus seperti ini sehingga seringkali terjadi pembiaran.
  10. Pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa. Publik harus tahu alokasi pendanaan dana des agar kasus ini tidak perlu terjadi.
  11. Melakukan permainan (kongkalingkong) dalam proyek yang didanai dana desa. Bisa ditelusuri sejak dilakukannya Musyawarah Desa dan aturan mengenai larangan menggunakan jasa kontraktor dari luar.
  12. Membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan