CIMAHI – Pendangkalan sungai atau sedimentasi di sejumlah aliran sungai di Kota Cimahi kondisinya sudah harus dilakukan revitalisasi. Sebab, ketika hujan turun kapasitas sungai tersebuyt sudah tidak mampu lagi menampung debit air karena pendangkalan.
Berdasarkan data dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Cimahi, empat aliran sungai yang melewati Cimahi, diantaranya Sungai Cilember, Sungai Cibeureum, Sungai Cimahi, dan Sungai Cisangkan mengalami masalah tersebut.
“Keempat sungai utama di Cimahi itu, mengalami tiga masalah kronis, antara lain pendangkalan, penyempitan, dan pencemaran,” kata Kepala DPKP Kota Cimahi, M. Nur Kuswandana, saat dihubungi, Minggu (5/8).
Menurut Nur, Pendangkalan yang terjadi pada sungai disebabkan oleh semakin tergerusnya daerah resapan yang berganti dengan permukiman. Padahal pohon-pohon di daerah resapan akan menampung air hujan hingga 70 persen, sedangkan 30 persennya baru dialirkan ke sungai.
“Kalau sekarang justru terbalik, karena tidak ada pohon, resapan yang tersisa hanya menampung air 30 persen saja, mungkin juga kurang. Jadi mengalir ke sungai itu 70 persennya, sekaligus dengan sedimen. Dari sedimen itulah, pendangkalan terjadi sekaligus. Dampaknya yang pasti adalah banjir,” ujarnya.
Sedangkan masalah penyempitan badan sungai, Nur mengatakan, terjadi lantaran semakin banyak bangunan yang berdiri tanpa mengindahkan aturan yang dibuat pemerintah daerah. Dua masalah itu diperparah dengan pencemaran oleh aktivitas industri, khususnya di Cimahi bagian selatan.
“Pendangkalan dan penyempitan, perlu dinormalisasi sebagai upaya mengentaskan banjir di Cimahi, terutama banjir Melong. Di kawasan itu juga buruknya ditambah oleh pencemaran, jadi air itu berwarna hitam pekat, dan pasti berbahaya,” kata Nur.
Kendati demikian, pihaknya tetap rutin melakukan pengerukan sedimen sungai yang bercampur dengan sampah, terutama pada musim kemarau ini lantaran debit air sedikit menurun.
Meski pengerukan sedimen di sejumlah aliran sungai di Cimahi rutin dilakukan oleh tim kecebong. Namun hal tersebut tak berdampak banyak pada kondisi pendangkalan.
“Untuk pengerukan sedimen sendiri kami rutin lakukan, hanya saja tidak maksimal karena petugas kami, Tim Kecebong, terbatas anggotanya. Kami memaksimalkan 30 orang anggota untuk pengerukan sedimen di tiga kecamatan,” terang Nur.