Kemerdekaan Guru, Kemerdekaan Belajar

Pengalaman ini tentu mempengaruhi kebiasaannya. Misalnya, kebiasaan untuk mengikuti pola yang sudah digariskan atasan, pembatasan pikiran bahwa yang boleh dilakukan hanya yang tertuang di peraturan. Guru cendrung cemas menghadapi kebijakan. Contoh disalahpahami menjadi standar, pilihan disalahartikan sebagai risiko.

Itulah budaya yang sekarang menyelimuti ekosistem guru Indonesia. Bisa dibayangkan sulitnya memutus lingkaran ini dan mencapai kemerdekaan. Seringkali bahasa dalam tataran kebijakan memberikan pengaruh positif yang luar biasa, percakapan guru tentang perannya sebagai fasilitator pengetahuan misalnya, sekarang sudah banyak terdengar di mana-mana.

Dalam situasi seperti ini, guru yang memiliki kemerdekaan juga seringkali disalahartikan sebagai perlawanan. Terhadap aturan atau kebijakan. Ini pendefinisian yang kurang tepat, karena kemerdekaan sesungguhnya selalu berkait dengan inisiatif diri. Guru perlu merdeka untuk mencapai cita-cita, bukan sekadar ”merdeka” dari kunkungan kebijakan.

Guru-guru merdeka ada yang muda dan tua, ada yang dari generasi berbeda. Walaupun proses mereka menuju kemerdekaan tidak sama.

Guru tua dari generasi sebelumnya karena sudah melewati berbagai reformasi kemudian memahami mana paradigma yang harus dipilih. Guru muda dari generasi baru, lebih mudah menyesuaikan diri dengan tren pendidikan terkini.

Salah satu faktor persamaan antar mereka adalah persepsi terhadap risiko dari kemerdekaan. Guru-guru yang didukung lingkungan, yakin mendapatkan rasa aman dari rekan kerja atau pimpinan, jauh lebih mudah mempraktikan kemerdekaan. Peran hubungan ini tidak mengherankan, karena salah satu paradigma yang paling diterima tentang guru adalah sosok yang perlu memiliki hubungan ”baik” dengan banyak pemangku kepentingan – murid, orangtua, guru lain, kepala sekolah dan seterusnya. Ini menjadi satu modal penting dari pendidikan guru di banyak negara.

Kemerdekaan sebagai salah satu kunci pengembangan guru, memiliki dimensi komitmen pada tujuan, mandiri dalam proses belajar dan reflektif selama pengembangan.

Pertama, guru yang merdeka memiliki komitmen pada tujuan belajar. Dia memahami mengapa perlu mengajarkan suatu materi atau keterampilan tertentu. Kita hanya bisa komitmen pada saat target ditetapkan oleh diri sendiri, bukan suatu tujuan yang ditetapkan pengawas dan pejabat pendidikan nan jauh di sana.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan