Ke Aek Sipitu Dai, Sumber Air dengan Tujuh Rasa Berbeda di Samosir

Gatot adalah mantan gubernur Sumut yang pada Maret lalu divonis empat tahun penjara dalam kasus ”uang ketok” DPRD Sumut. ”Dulu Pak Gatot janji kalau menang datang ke sini lagi. Entah karena nggak datang lagi ke sini dia jadi masuk KPK, kita nggak tahu,” katanya.

Selanjutnya, pancuran kedua untuk doli (semacam rumpun marga), yakni marga Naimarata. Terdiri atas marga Sariburaja , Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Silau Raja.

Sementara itu, pancuran ketiga digunakan untuk menantu. Yakni, lelaki yang menikahi perempuan keturunan Naimarata.

Jalanan menuju Aek Sipitu Dai dari ibu kota Samosir tergolong ”tak ramah”. Selain berkelok-kelok, masih banyak yang berbatu, tidak diaspal. Silap sedikit, Danau Toba dan jurang sudah menunggu.

Namun, kesulitan itu terkompensasi pemandangan elok di kanan-kiri. Mulai bukit, sawah, rumah bolon (rumah adat Batak), dan Danau Toba.

Saat berada di tempat ritual sekaligus sumur sumber mata air, Pasogit menjelaskan, untuk melihat jelas ketujuh mata air, sumur harus dikeringkan dulu. Biasanya, warga Sipitu Dai melakukannya setiap tiga bulan. Dengan harus didahului ritual.

Itu adalah bentuk kearifan lokal setempat untuk menghormati dan menjaga alam. Dan, itu lumrah dipraktikkan berbagai masyarakat adat di penjuru tanah air.

Itu pula yang membuat mereka menggembok pintu masuk. Mereka sangat khawatir ada pengunjung yang bisa celaka kalau sampai menodai kesakralan tempat ritual.

”Pernah ada yang melecehkan tempat ini, mobilnya nggak bisa naik. Mundur masuk selokan, padahal mobilnya baru,” terangnya.

Tentu terserah kepada masing-masing orang untuk memercayainya atau tidak. Seperti juga terhadap khasiat air dari Aek Sipitu Dai. Yang jelas, Jawa Pos sudah mencicipi dan ternyata airnya berasa asam. Air dari pancuran kedua area perempuan tersebut tidak seperti air pada umumnya. Apakah itu berarti bakal enteng jodoh? Hehehe(*/c5/ttg/rie)

Tinggalkan Balasan