Benarkah PPDB 2017 Kacau?

KATA bersyukur menjadi keharusan bagi kami, punggawa Dinas Pendidikan (Disdik) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar), disampaikan sebagai pembuka awal tulisan ini.Atas seluruh proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017, yang baru saja rampung.

Dalam berbagai dinamikanya di lapangan, amanah perdana yang menantang pada era alihkelola kewenangan SMA dan SMK, dari pemerintah kota dan kabupaten ke provinsi ini, secara umum berhasil ditunaikan. Betul memang, secara empiris, masih ada suara sumbang dan kekecewaan pada sejumlah titik minor lokasi dari elemen masyarakat mitra kami –mulai dari LSM, partai politik, hingga media massa. Tetapi, penulis lebih tertarik menyajikan data dan fakta yang bisa kita telaah, sekaligus kaji bersama. Dibandingkan sibuk klarifikasi berpolemik tiada henti, seraya kita melupakan proses penyempurnaan ke depan.

Dibandingkan antar kita, elemen masyarakat Jawa Barat, saling salahkan dan jatuhkan tak berkesudahan, ada baiknya kita bersama mengevaluasi sisi plus dan minus sebagai hikmah perbaikan berikutnya. Pertama, jika betul PPDB 2017 kacau, maka premis itu pertama kali harus muncul secara bulat dari praktisi pendidikan terkait. Dalam hal ini kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan soal PPDB tahun ini.

Faktanya, berdasarkan feedback yang kami terima, lebih banyak unsur sekolah merasa nyaman dan tenang hati, setelah proses PPDB dikelola Pemprov Jabar. Tanpa bermaksud meninggikan merendahkan, keputusan dan kebijakan yang disentralkan di Disdik Jabar, sesungguhnya mengikis berbagai intervensi nonteknis yang jamak terjadi.

Pelbagai tekanan, dengan berbagai variasi, sekaligus bersumber dari para pihak yang tak bisa diabaikan begitu saja, adalah rahasia umum yang kerap menimpa tak terelakkan bagi seluruh elemen pendidikan setiap tahun.

Sudah tak terhitung kita dengar, jika kepala sekolah dan guru terkait akhirnya memilih bersembunyi.

Tak datang ke sekolah, apa­bila masa PPDB dimulai. Terutama jelang detik-detik akhir pengumuman.

Ironis. Daripada ditekan. Diteror tak berkesudahan, mereka memilih bersembunyi dari rumah karya mereka sendiri di sekolah. Kejadian ini malah kerap menimbul­kan trauma psikologis untuk seluruh elemen pendidikan kami. Justru dengan diambil alih kami, di Disdik Provinsi Jabar, ”bola panas” ini diam­bil alih dengan elegan dan penuh tanggung jawab. Seluruh ekses rutin tahunan kami hadapi dengan segala risiko.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan