jabarekspres.com, BANDUNG – Faktor ngaretnya pembebasan lahan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung di Ciwalini tersendat perizinan penetapan lokasi (penlok) dari PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Padahal, penlok itu sebagai bentuk dukungan untuk pembebasan lahan yang dilakukan KCIC.
Sekda Jabar Iwa Karniwa mengatakan, pihaknya masih menunggu penlok tersebut. Tak hanya itu, urusan revisi tata ruang dan wilayah (RTRW) kabupaten/kota yang dilalui proyek ini ada beberapa daerah yang sampai saat ini belum menyelesaikan.
”Pemprov Jabar sudah beres revisinya. Malah sudah masuk dan tengah dievaluasi Kementerian Dalam Negeri,” jelas Iwa ketika ditemui di Gedung Sate, kemarin (6/4).
Iwa menyebutkan, daerah yang belum masuk revisi di antaranya Kabupaten Bekasi, Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Purwakarta.
Iwa menyayangkan proses lambannya revisi tata ruang ini. Seharusnya, urusan tersebut bisa dilakukan paralel dan mengacu pada Perda RTRW provinsi.
”Ini kan menjadi kunci KCIC mengurus amdal dan izin trase serta transit oriented development (TOD)-nya,” paparnya.
Meskipun ada proses perizinan, Iwa memastikan proyek ini terus berjalan. Mengingat Presiden Joko Widodo sudah menugaskan PT KCIC untuk membangun kereta cepat dari Halim sampai Tegalluar, Kabupaten Bandung.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Jabar, Sri Mudjitono memastikan akan membantu proses pembebasan lahan untuk proyek kereta cepat ini. Dengan syarat, KCIC sudah mengantongi penlok.
”Sampai detik ini kami belum menerima penlok dari KCIC. Padahal kami sudah siap membantunya,” ungkapnya.
Sri mengingatkan, PT KCIC meskipun konsorsium BUMN, harus sudah melakukan identifikasi lahan. Dengan mengantongi penlok, membuat proyek ini aman dari kemungkinan makin merangkak naiknya harga lahan dan kemungkinan adanya persoalan administrasi.
”Pengguna tanah itu harus tahu luasnya berapa, berapa bidangnya, siapa pemilik lahannya. Supaya tepat dalam menetapkan uang ganti ruginya. Dua sisi mata uang itu harus ada, penguasaan fisik dan suratnya, jadi nanti bayar ganti ruginya itu gampang,” paparnya.
Sri menambahkan, banyak proyek infrastruktur mengabaikan persoalan ini membuat masalah ganti rugi lahan berlarut-larut. Sehingga, proses verifikasi surat-surat kepemilikan tanah butuh waktu. Sebab, negoisasi di lapangan juga bergantung pada kelengkapan administrasi.