Menyaksikan Keriuhan Pilkades Berbasis E-Voting di Kabupaten Bogor

Alur pilkades berbasis e-voting tersebut dimulai dengan warga membawa e-KTP dan surat undangan mencoblos. Warga yang belum memiliki e-KTP boleh menggunakan KTP manual. Kemudian, e-KTP pemilih ditempel di alat pembaca atau e-reader. Seketika itu di laptop petugas muncul perincian identitas warga, termasuk fotonya.

Di masing-masing TPS tersebut disiapkan tiga petugas yang menangani pemindaian alias scan e-KTP. Jadi, total ada sembilan perangkat pemindai e-KTP. Setelah dinyatakan valid masuk daftar pemilih tetap (DPT), pemilih diarahkan ke meja pembagian smart card e-voting. Kartu pintar tersebut berwarna biru kombinasi putih.

Smart card e-voting itulah kunci pilkades berbasis teknologi maju tersebut. Kartu pintar yang sudah dipegang pemilih dimasukkan ke dalam mesin pembaca di samping dinding bilik suara. Kemudian, di dalam bilik suara, otomatis akan muncul tiga foto calon Kades.

Ketika foto calon Kades muncul di perangkat komputer berlayar 15 inci, warga cukup menyentuhnya. Untuk konfirmasi, proses itu berjalan dua kali. Jika pilihan pertama dan kedua cocok atau sama, muncul konfirmasi akhir berupa tulisan ’’OK’’ dan ’’Ulang’’. Jika pemilih menyentuh ’’OK’’, pemilihan selesai.

Untuk salinan, muncul printout hasil pilihan warga yang kemudian dimasukkan ke dalam boks surat suara. Salinan itu hanya digunakan ketika ada komplain atau sanggahan dari calon Kades. Selama tidak ada sanggahan, penghitungan suara dilakukan secara otomatis berdasar hasil sentuhan warga di layar komputer 15 inci tersebut.

Meski menggunakan sistem baru, mayoritas warga menyatakan tidak menemui kesulitan. Bahkan, banyak yang merasa lebih mudah. Misalnya, Supiah, 45. Dia rela antre panjang karena penasaran dengan proses pilkades berbasis e-voting. ’’Selama ini tahunya ya mencoblos,’’ ungkap warga RT 5, RW 7, Desa Babakan, itu.

Dia mengungkapkan, rumahnya lumayan jauh dari lokasi pemungutan suara. Karena itu, dia bersama tetangganya diangkut dengan mobil bak terbuka menuju lokasi pemungutan suara. Supiah menyatakan ingin melihat komputer yang digunakan untuk menentukan suara.

’’Kepada kepala desa yang terpilih, saya ingin daerah Babakan aman-aman saja. Kemudian, jalan rayanya dibagusin,’’ ujar Supiah sambil kipas-kipas untuk mengusir gerah. Untung, dia berada di tengah antrean khusus perempuan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan