Sebelumnya, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono mengatakan, belum dilunasinya anggaran disebabkan oleh teknis pencairannya yang tidak sekaligus. Mayoritas daerah mencairkan dalam beberapa termin. ”Ada yang dua tahap, tiga tahap. Terkesan lambat karena pola pencairannya berbeda-beda,” kata Soni.
Terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pematau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, aspek ketersediaan anggaran tidak bisa dikesampingkan. Oleh karenanya, pemerintah pusat tidak bisa lepas tangan dan membiarkan KPUD ”melobi” pemda.
“Mendekati hari pelaksanaan, penyelenggara harusnya fokus mensukseskan penyelenggaran. Bukan tugasnya untuk mencari-cari talangan dana jelang pilkada,” tutunya.
Endi menilai, berulangnya persoalan pencairan anggaran menunjukkan pemerintah tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. ”Harusnya mereka tahu risiko seperti ini. Tidak ada terobosan kebijakan untuk pembenahan sebagai bentuk antisipasi,” imbuhnya.
Bukan hanya mendesak ataupun melakukan monitoring, Endi meminta pemerintah harus mencari tahu penyebab macetnya pencairan oleh pemda. Berdasarkan pengalamannya, ada tiga hal yang kerap melandasi, yakni persoalan teknis, sempitnya kapasitas fiskal APBD, hingga faktor politis.
”Ditelepon dan jika perlu daerah dipanggil satu-satu. Penghambatnya perlu di dalami. Jangan-jangan tidak punya uang. Seperti Dogiai, Buru, Barito Selatan kapasitas fiskalnya kalau saya lihat kecil sekali,” tuturnya.
Ketua Komite Pemilih (Tepi) Indonesia Jerry Sumampouw mengatakan, penganggaran Pilkada melalui APBD memang memiliki banyak konsekuensi. Meski demikian, bukan berarti dimaklumi jika dalam prosesnya terhambat. Apalagi, agenda Pilkada sudah dijadwalkan jauh-jauh hari. ”Semestinya sudah diantisipasi,” terangnya.
Ke depannya, lanjut Jerry, opsi adanya bantuan APBN perlu diutamakan. Khususnya terhadap daerah-daerah yang tidak memiliki ruang fiskal anggaran yang baik. Cara tersebut, menurutnya bisa dilakukan mengingat regulasi membuka ruang tersebut. Dalam UU Pilkada, disebutkan jika pelaksanaan Pilkada dibiayai APBD dan dapat dibantu APBN.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Zainudin Amali menyatakan, anggaran dari APBD sangat penting bagi pelaksanaan pilkada. ”Kami sudah cek ke lapangan, memang masih ada beberapa daerah yang belum mencairkan anggaran,” terang dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin (12/2).
Namun, kata dia, anggaran yang belum cair itu tidak secara keseluruhan. Ada sebagian anggaran yang sudah dicairkan dan sudah dimanfaatkan. Dia mendesak kepada pemerintah daerah untuk mencairkan anggaran tersebut sebelum pelaksanaan pilkada. Paling lambat satu hari sebelum pesta demokrasi di daerah diselenggarakan.