bandungekspres.co.id – Pelaksanaan Pilkada serentak gelombang kedua akan digelar, Rabu (15/2) pertengahan pekan ini. Tak kurang dari 41,2 juta pemilih, akan berpartisipasi menentukan kepala daerahnya masing-masing di 101 daerah.
DARI aspek tahapan, pelaksanaan tahun ini lebih tertib dari 2015 lalu. Dalam hal keserentakan misalnya, 101 daerah hampir dipastikan bisa melaksanakan secara serentak. Hal ini berbeda dengan pelaksanaan sebelumnya, di mana ada lima daerah yang ditunda akibat sengketa pencalonan yang berlarut-larut. Antara lain Kalimantan Tengah, Fakfak, Pematangsiantar, Simalungun, dan Manado.
Tidak adanya sengketa pencalonan yang berlarut tidak lepas dari limitasi waktu sengketa yang diatur dalam UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Di mana lembaga peradilan diwajibkan menyelesaikan gugatan selambatnya sebulan jelang pemungutan suara (PSU).
Kesiapan logistik pun serupa. Berdasarkan monitoring KPU RI, kebutuhan logistik dipastikan tidak ada persoalan. Bahkan, proses distribusi untuk daerah pelosok sudah sampai ditingkat kecamatan ataupun kelurahan. ”Satu hari sebelum pemungutan baru tiba di TPS,” kata Komisioner KPU Arief Budiman di Jakarta.
Meski demikian, pelaksanaan Pilkada kali ini bukan berarti tanpa persoalan. Ironisnya, persoalan yang mengemuka jelang dilakukannya PSU masih sama seperti sebelumnya, yakni menyangkut pencairan anggaran.
Hingga kemarin, pencairan anggaran di sejumlah daerah tidak berjalan mulus. Dari sisi penyelenggaraan misalnya, catatan KPU pusat menyebutkan, belum semua pemda melunasi kewajibannya kepada KPU daerah. Bahkan, ada 12 daerah di antaranya masih di bawah 50 persen. ”Tiap daerah kurangnya macem-macem,” imbuhnya.
Kedua belas daerah tersebut adalah Kota Langsa, Aceh Utara, Aceh Timur, Pidie, Aceh Barat, Aceh Tamiang, Barito Selatan, Buru, Kota Sorong, Kepulauan Yapen, Dogiyai, Provinsi Gorontalo.
Pria asal Surabaya itu menjelaskan, keterlambatan tersebut memang tidak membuat pelaksanaan tertunda. Pasalnya, kebutuhan logistik dan distribusinya sudah mendapat prioritas. Selain itu, sejumlah efisiensi juga dilakukan.
Hanya saja, dampak yang dipastikan akan menimpa adalah tidak bisa dibayarkannya honor petugas ad hoc. Baik di tingkat PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), PPS (Panitia Pemungutan Suara), hingga KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara). Sebab, ada daerah yang dilaporkan mulai kehabisan anggarannya.