Tembak Mati, Percepat Indonesia Bebas Narkotika

bandungekspres.co.id, JAKARTA – Polri makin garang memerangi pengedar narkotika. Terbukti, hanya dalam 18 hari pada awal 2017, sudah ada empat pengedar yang meregang nyawa karena timah panas petugas. Kendati, Korps Bhayangkara memastikan tembak mati itu secara natural muncul di lapangan, tapi diharapkan untuk mempercepat Indonesia bebas narkotika.

Kadivhumas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar menuturkan bahwa dengan penembakan yang berujung pada kematian pelaku peredaran narkotika itu semoga menjadi shock therapy pada pengedar sehingga menghentikan aktivitasnya. ”Semoga ya jadi pelajaran bagi pengedar lainnya,” tuturnya.

Banyaknya kejadian tembak mati pada pengedar itu bukan merupakan instruksi kepolisian. Namun, tindakan tegas itu telah terukur sesuai dengan prosedur hukum yang ada. Kondisi petugas menembak pelaku narkotika itu muncul dengan sendirinya karena adanya perlawanan dan upaya melarikan diri.

”Aparat penegak hukum mengetahui apa yang harus dilakukan saat menghadapi pengedar yang melawan atau melarikan diri. Mereka penyidik yang berpengalaman, tidak perlu harus diinstruksi,” ungkap mantan Kapolda Banten tersebut.

Yang pasti, Polri mengerahkan tenaga ekstra untuk mempercepat target Indonesia bersih dari narkotika. Kalau bisa, tahun 2017 ini tidak ada lagi narkotika yang beredar di Indonesia. ”Kita ingin secepatnya bebas dari narkotika yang membunuh generasi bangsa,” paparnya.

Namun begitu, persoalan narkotika itu tidak hanya soal peredaran di Indonesia. Diketahui, sebagian besar narkotika itu berasal dari luar negeri, seperti Malaysia, Tiongkok dan Taiwan. ”Sumbernya diupayakan dihentikan, namun pokoknya narkotika yang dibawa masuk ke Indonesia pasti ditindak tegas. Tidak ada pilihan lain, harus ditindak sesuai dengan hukum di negara kita,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombespol Slamet Pribadi menuturkan, penanganan sumber narkotika dari luar negeri, seperti Republik Rakyat Tiongkok, Taiwan dan Malaysia sebenarnya sudah dilakukan berulang kali. ”Bentuknya share informasi antara negara,” tuturnya.

Namun, masalahnya seperti di Tiongkok itu produksi narkotika memang resmi untuk kebutuhan pengobatan. Namun, ada penyalahgunaan yang dilakukan oleh pengedar. ”Bagaimana pengedar bisa membeli narkotika dari produsen resmi dan menyelundupkan ke Indonesia ini yang kita tidak mengetahui. Namanya juga penjahat,” keluhnya.

Tinggalkan Balasan