bandungekspres.co.id, NGAMPRAH – Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kabupaten Bandung Barat mencatat, angka pernikahan dini di Kabupaten Bandung Barat masih tinggi. Pada 2015, angka pernikahan dini mencapai 7.884 akad dengan usia 18 tahun ke bawah. Sementara tahun 2016, berjumlah 4.759 pernikahan dini. Padahal, idealnya usia pernikahan yaitu laki-laki 25 tahun dan perempuan 21 tahun.
”Data tersebut kami dapatkan dari pihak KUA. Namun kemungkinan jumlah tersebut bisa lebih banyak lagi, mengingat kita belum mendata langsung ke lapangan seperti pada 2015 lalu. Namun, angka ini masih tinggi,” kata Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, BP3AKB Kabupaten Bandung Barat Edri Suhreman, di Ngamprah, kemarin (17/1).
Edri mengungkapkan, pernikahan dini kebanyakan terjadi di sejumlah wilayah seperti Gununghalu, Cipongkor, Sindangkerta dan Rongga. Ia mengatakan, faktor yang mempengaruhi realitas tersebut, adalah faktor sosial dan budaya masyarakat, tingkat pendidikan, ekonomi, geografis serta faktor psikologi keluarga.
”Karena memang ada juga alasan ekonomi mereka memilih menikah agar tidak menjadi beban orangtunya. Seperti kasus di Rongga, ada anak perempuan yang menikah saat berusia 12 tahun, itu sangat ironis sekali,” paparnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, selain di wilayah selatan, rata-rata di seluruh kecamatan di KBB angka pernikahan dini pun masih tergolong tinggi. Bahkan, untuk Kecamatan Lembang dan Padalarang angka pernikahan di bawah usia 20 tahun masih tinggi. ”Untuk di perkotaan faktor pergaulan bebas dan lemahnya kontrol keluarga atau peran orangtua juga masih menjadi faktor yang paling dominan, sehingga pergaulan remaja usia dini di daerah tersebut berujung ke pelaminan,” katanya.
Edri menuturkan, untuk menekan angka pernikahan usia diri, pihak BP3AKB telah membentuk salah satu organisasi Pusat Informasi Konseling Remaja (PIKR). Tujuannya untuk mengajak anak-anak remaja terlibat dalam pendewasaan usia perkawinan. ”Memang anak-anak ini harus diberikan kesibukan seperti wajib belajar di tingkat SMP/SMA. Mereka harus lebih berpikir pendidikan ketimbang harus menikah di usia dini,” ungkapnya.
Edri menambahkan, pihaknya juga terus berupaya untuk mengenalkan program Genre atau program generasi berencana. Dengan program tersebut diharapkan para remaja ini bisa menjadi seorang ibu ataupun bapak yang mempunyai program dalam mendidik para anak-anaknya dikemudian hari. ”Program ini diharapkan mampu membentuk para calon bapak dan ibu yang bisa mendidik anak-anaknya setelah mereka menjadi keluarga,” pungkasnya. (drx/fik)