Pengunjung Sidang Dahlan Ikut Menangis

Keberatan lainnya, saat berstatus tersangka, Dahlan pernah mengajukan saksi meringankan untuk ikut diperiksa. Namun, hak itu tidak dipenuhi penyidik. ’’Tindakan penyidik melanggar hak asasi dan tidak dibenarkan secara hukum. Ini juga membuktikan bagaimana penyidik dalam melakukan pemeriksaan tidak menggunakan rumus objektivitas,’’ ungkapnya.

Bukan itu saja. Tim penasihat hukum juga membeberkan banyaknya manipulasi alat bukti yang dilakukan jaksa untuk menetapkan Dahlan sebagai tersangka dan menyeretnya ke pengadilan. Salah satunya, jaksa tidak bisa menjelaskan cara tindak pidana yang dilakukan Dahlan.

Yusril menyatakan, cara melakukan tindak pidana merupakan syarat materiil surat dakwaan. Misalnya, Dahlan didakwa melakukan perbuatan secara melawan hukum telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Hanya, surat dakwaan jaksa tidak menyebut secara cermat, jelas, dan lengkap bagaimana cara Dahlan melakukan perbuatan secara melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang.

Tim pengacara juga menilai, jaksa menafsirkan surat ketua DPRD Jatim tentang jawaban atas rencana penjualan aset PT PWU secara manipulatif sehingga menyesatkan. Dalam surat dakwaan, jaksa menganggap bahwa penjualan aset PT PWU dilakukan tanpa persetujuan DPRD dan keputusan gubernur Jatim, tetapi hanya berdasar surat dari ketua DPRD Jatim.

Yusril menjelaskan, surat DPRD Jatim itu merupakan jawaban atas surat yang dikirim Dahlan sehingga terkualifikasi sebagai persetujuan. Sebab, surat tersebut bukan surat pribadi seorang anggota DPRD yang berketepatan menjabat ketua dewan. Melainkan, surat yang dibuat dan dikeluarkan lembaga DPRD Jatim dengan ditandatangani pimpinan DPRD dalam jabatannya selaku ketua. Bahkan, isi surat tersebut berdasar hasil rapat dengar pendapat antara komisi C dan PT PWU.

’’Ini menyesatkan dan manipulatif dengan membuat tafsir sepihak dari penuntut umum tanpa didasari keilmuan yang cukup dari sisi ilmu hukum tata negara dan administrasi negara.’’

Dalam surat dakwaan, jaksa juga menihilkan tahap pelepasan aset PT PWU untuk memaksakan pembuktian bahwa ada penyelewengan. Misalnya, jaksa menyebutkan bahwa penjualan aset tidak melalui tahap penafsiran harga aset. Padahal, dalam berkas acara pemeriksaan, jaksa memasukkan appraisal report (laporan penaksiran) ke dalam daftar barang bukti dan diberi nomor 105. Appraisal report tersebut dibuat PT Satyatama Graha Tara pada 23 Mei 2003. ’’Laporan appraisal itu ya isinya tafsiran harga,’’ tegasnya.

Tinggalkan Balasan