Pengunjung Sidang Dahlan Ikut Menangis

Alasannya, tuduhan penyelewengan terhadap Dahlan tidak masuk dalam delik pidana korupsi. Sebab, kerugian yang disebutkan jaksa bukan merupakan kerugian negara, tetapi kerugian perseroan. Karena itulah, pengadilan tipikor tidak berwenang mengadili perkara tersebut.

Yusril menjelaskan, Dahlan dianggap melakukan korupsi karena menjual aset PT PWU di Kediri dan Tulungagung. Dalam dakwaannya, jaksa menganggap aset PT PWU tersebut sebagai barang daerah. Karena itulah, penjualannya harus berdasar Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah. Isinya, pelaksanaan penjualan aset ditetapkan oleh keputusan kepala daerah dan harus mendapat persetujuan DPRD.

Menurut Yusril, berdasar Perda Nomor 3 Tahun 1999, aset Pemprov Jatim dalam PT PWU berbentuk saham. Jumlahnya 127.167.117 lembar saham. Sementara itu, objek tanah dan bangunan, sesuai dengan perda tersebut, merupakan kekayaan perseroan. Nah, berdasar surat keputusan menteri dalam negeri itu, lanjut Yusril, saham tidak termasuk kategori barang daerah.

’’Karena itulah, tuduhan jaksa bahwa penjualan lahan di Kediri dan Tulungagung bertentangan dengan kepmendagri adalah tidak berdasar,’’ tegasnya.

Karena objek tanah dan bangunan di Kediri serta Tulungagung tidak termasuk kategori barang daerah dan merupakan kekayaan PT PWU, segala perbuatan hukum yang dijalankan direksi perseroan tunduk pada anggaran dasar PT dan Undang-Undang Perseroan. Kalaupun dianggap ada kerugian, kerugian itu disebut kerugian perseroan, bukan kerugian negara.

Yusril menambahkan, sebagai bentuk pertanggungjawaban selaku direktur utama atas pelaksanaan program restrukturisasi aset, Dahlan telah melaporkannya kepada pemegang saham dalam RUPS PT PWU Jatim. Dari rapat tersebut pun, para pemegang saham menyatakan menerima laporan pertanggungjawaban itu dengan baik.

Selama dipimpin Dahlan, PT PWU tidak pernah mengalami kerugian. Pada awal Dahlan menjabat, nilai aset persero lebih dari Rp 200 miliar dan meningkat menjadi sekitar Rp 500 miliar saat Dahlan mengakhiri jabatan sebagai direktur utama. Selama sembilan tahun menjabat, tidak ada hasil RUPS PT PWU yang menyebut Dahlan melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang melekat padanya karena jabatan atau kedudukannya sebagai direksi.

Tinggalkan Balasan