bandungekspres.co.id, ARJASARI – Ratusan warga Kampung Batukarut, Desa Lebakwangi, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung membersihkan (ngarumat) barang-barang pusaka membersihkan perangkat gamelan kabuyutan yang disebut Gamelan Embah Bandong di Situs Rumah Adat Sunda wilayang tersebut kemarin (12/12).
Situs Rumah Adat Sunda atau lebih dikenal Situs Bumi Alit Kabuyutan merupakan salah satu cagar budaya yang masih tetap terjaga kelestariannya. Setiap 12 Mulud (12 Rabiul Awal) warga selalu menggelar ritual adat budaya lokal, yakni Upacara Ngebakeun Salah.
Kasi Pelayanan Kebudayaan di Disdikbud Kabupaten Bandung Lilis Maryati mengatakan, masyarakat komitmen terus melestarikan kebudayaan di Kabupaten Bandung. ”Dari Muludan ini, kepedulian masyarakat terlihat. Ratusan orang berkumpul memperingati acara Muludan. Warga keturunan yang sudah tidak tinggal di daerah sini dan para sesepuh datang,” kata Lilis kemarin.
Baca Juga:18 Ribu Orang Padati TangkubanparahuPemkot Minta Ormas PAS Minta Maaf
Lilis mengungkapkan, keberadaan situs-situs yang sarat akan sejarah memang cukup banyak di Kabupaten Bandung. Namun, hanya beberapa yang sudah tertata, salah satunya Bumi Alit Kabuyutan ini.
”Pemerintah Kabupaten Bandung sangat respon terhadap pelestarian situs-situs ini. Seperti yang sudah dilakukan di Situs Bumi Alit Kabuyutan, yakni mempercantik bangunan yang ada,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, situs tersebut berdiri di sebuah lahan dengan luas 112 tumbak. Material bangunan yang tersedia terdiri dari pintu gerbang, bale panglawungan, dan sebuah bangunan utama berupa rumah panggung dengan tiga buah ruangan, yakni pajuaran, pangcalikan dan dapur.
”Di dalam pajuaran ini tersimpan berbagai benda pusaka, berupa keris, gobang, kujang, badi, sekin, tumbak, sumbul dan perangkat Gamelan Embah Bandong. Diantara benda-benda pusaka tersebut tidak sembarang waktu diperlihatkan, hanya pada bulan-bulan tertentu seperti upacara ngebakeun ini,” jelasnya.
Dalam kegiatan 12 Mulud ini, setiap warga dari berbagai daerah yang menjadi keturunan sesepuh Batukarut, membawa makanan dari rumah masing-masing, untuk disantap bersama-sama.
”Dengan cara pelestarian seperti ini, anak muda banyak ikut. Ini yang harus menjadi momen agar nantinya ada generasi yang melanjutkan. Karena, setiap nilai dikehidupan ini masuk pada kebudayaan. Kalau budayanya dilestarikan, nilai-nilai yang terkandung akan tetap ada,” tuturnya.
