Distribusi Gas Harus Tepat Sasaran

Pada 2015, katanya, kebutuhan gas elpiji 3 kilogram di wilayahnya mencapai 56 juta lebih. Sedangkan tahun ini hingga 100 juta tabung. Itu untuk kebutuhan masyarakat di 31 Kecamatan di Kabupaten Bandung.

”Pada 2015 kuota gas 3 kilogram untuk Kabupaten Bandung hanya 35 juta per tahun. Dan 2016 turun jadi 30 juta sekian. Antara kebutuhan dan kuota sebenarnya tidak sebanding,” ucap Ayi.

Ayi mengungkapkan, saat ini, kelangkaan tidak begitu parah. Tapi, menurut pengaduan masyarakat harga gas di pengecer melonjak hingga Rp 25 ribu. Padahal, pihaknya telah menetapkan HET (Harga Eceran Tertinggi)  di tingkat pangkalan dengan harga Rp 16.600.

”Kalaupun di pengecer mahal, kami tidak bisa mengendalikan harga itu. Sebab, kami tidak mengatur harga sampai ke tingkat pengecer,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Ayi, terkait program dari Pemerintah Pusat yang akan dicanangkan, mengharuskan warga mampu beralih ke gas elpiji 5,5 kilogram. Sebab, hal ini untuk mengantisipasi kelangkaan gas melon tersebut.

”Pada dasarnya, gas 3 kilogram subsidinya akan dicabut untuk warga yang mampu. Makanya pemerintah menggulirkannya ke gas 5,5 kilogram. Itu mengacu peraturan Menteri ESDM,” tuturnya.

Ayi menegaskan, pendistribusian gas 3 kilogram ini seharusnya tertutup. Artinya, arahnya harus betul-betul tepat sasaran kepada warga kurang mampu.

”Antisipasi dari Pemerintah, untuk pemulaan akan menertibkan dengan mengeluarkan Surat Edaran khusus untuk PNS agar tidak menggunakan gas 3 kilogram. Kami juga setuju dengan adanya distribusi gas 3 kilogram tertutup,” tegasnya.

Sementara itu, Humas Hiswana Migas Kabupaten Bandung Rully menuturkan, pihaknya sudah mengonfirmasi dengan para agen, terkait keterlambatan penyaluran gas tersebut. Setelah di konfirmasi, katanya, dua kemarin sempat ada kekurangan di level pangkalan.

Namun, untuk minggu sekarang pangkalan-pangkalan daerah tersebut sudah ada stok barang, yang menandakan bahwa keadaan berangsur normal. (dn/yul/rie)

 

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan