bandungekspres.co.id, CIMAHI – Ketua DPRD Kota Cimahi Achmad Gunawan mengatakan, dalam rapat badan musyawarah (Bamus) yang digelar Rabu (19/10) lalu, Fraksi PDIP, Fraksi Hanura dan Fraksi Gerindra sepakat untuk membawa usualan sejumlah anggota DPRD Kota Cimahi untuk dibuatnya panitia khusus (Pansus) hak angket terkait dengan alih fungsi lahan Lapang Krida Utama sebagai lahan pembangunan Technopark. Rencananya, siding Paripurna ini akan dilaksanakan pada pekan depan.
”TIga Fraksi menyetujui usulan tersebut untuk diputuskan dalam rapat Paripurna DPRD pada pekan depan, “ katanya, Kamis (20/10).
Dikatakannya, bebeberapa anggota DPRD mengusulkan dibuatnya hak angket, karena dalam pembangunan Technopark di lapang Krida Utama diduga tidak sesuai dengan Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional.
”Dalam Undang-undang tersebut dikatakan, untuk alih fungsi lahan sarana olahraga, sebelum dibangun harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian olahraga, nanti kita lihat di rapat Paripurna berapa anggota DPRD yang setuju dibentuknya Pansus dan berapa yang tidak setuju, hak angket jika disetujui untuk dilanjutkan, akan dilakukan penyelidikan terkait dengan hal tersebut,” paparnya.
Sementara, Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Cimahi, Ayis Lavilianto memastikan rencana hak angket yang digelindingkan oleh tiga fraksi di DPRD Kota Cimahi akan sulit diwujudkan. Selain itu, wacana
hak angket pun cacat prosedural. ”Saya kurang setuju dengan wacana itu. Karena itu melanggar PP No 16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD,” katanya.
Sesuai PP tersebut, ada tiga tahapan yang bisa dilakukan anggota dewan dalam menyikapi kebijakan eksekutif yakni hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Apa yang terjadi di Cimahi ada
tahapan yang dilewati yakni hak bertanya atau interpelasi.
”Seharusnya, hak interpelasi dilaksanakan terlebih dahulu. Apabila interpelasi dianggap tidak memuaskan, maka naik ke hak angket.Faktanya, hingga saat ini eksekutif tidak pernah ditanya, tapi sudah langsung diselidiki. ”Jadi, karena mau Pilkada maka unsur politis yang lebih kencang. Sejumlah dewan ingin memberikan kesan bahwa petahana itu telah melanggar Undang-undang. Padahal itu sangat jauh dari pelanggaran,” ujarnya.
Bahkan dia menilai, karena lahan tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan eksekutif, sudah sewajarnya eksekutif punya kewenangan penuh dalam hal pengelolaannya. Kalau pun ada pelanggaran,