Lepas Remaja Sudah Menulis Cerpen Kuli dan Pelacur

Setelah kuliah setahun di Amherst, Mochtar memboyong istri dan ketiga anaknya ikut ke Amerika. ”Di sinilah peran istri sangat berarti dan penting buat saya,” ujarnya.

Nahdia, sang istri, mempersilakan Mochtar berfokus pada studi dan pekerjaan. Urusan anak sepenuhnya ditangani istri. Dengan begitu, Mochtar bisa setiap saat berkonsentrasi membaca dan menulis makalah-makalah kuliah.

”Praktis tiap hari saya ke perpustakaan. Saya juga banyak membeli buku. Di sana murah dan melimpah. Di situlah saya mulai mematok target membaca minimal seratus halaman sehari,” paparnya.

Setelah merampungkan program master di Jurusan Sosiologi University of Massachusetts, Mochtar kembali memperoleh beasiswa dari East-West Center untuk program doktor di University of Hawaii (UH), Manoa, Honolulu. Setelah empat tahun, Mochtar kembali dirahmati dengan beasiswa penulisan disertasi 2,5 tahun dari The Ford Foundation.

Di situlah Mochtar menuliskan disertasi setebal 529 halaman berjudul Nationalism and Egalitarianism in Indonesia, 1908-1980 yang disebutnya sebagai ”puncak dari pengerahan rasa-rasio paling intens dan paling berdedikasi sepanjang hidupnya”. Pada April 1989 Mochtar lulus PhD di bidang politik pada Jurusan Ilmu Politik UH dengan predikat magna cum laude.

Sebelum pulang ke tanah air, bersama keluarga Mochtar menghabiskan waktu 6,5 tahun di Honolulu yang dinilainya sungguh memesona. Sepanjang studi, Mochtar tinggal di Amerika total selama 8,5 tahun dan 7,5 tahun bersama keluarga. Di salah satu bab dalam buku Burung Burung Cakrawala, Mochtar menggambarkan secara sungguh mengharukan sosok istri yang baginya mulia dan sangat berjasa.

”Saat kami akan punya anak keempat, kami berpikir keras bagaimana bisa pindah ke rumah yang lebih besar sebagai keharusan pemerintah Honolulu. Akhirnya istri memilih bekerja,” kata Mochtar.

Ketika itu sang istri bekerja sebagai pelayan di suatu restoran terkemuka di Jalan Kapiolani, Honolulu. Berkat ketekunan dan ketulusan Nahdia dalam bekerja, empat anak Mochtar bisa dibiayai dengan layak. Bahkan, sang istri bisa menabung yang diniatkannya untuk biaya naik haji. ”Sepulang ke Jakarta, istri juga yang mendorong kami agar segera punya rumah. Rumah kami ini gara-gara kemauan keras istri,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan