Feni Rose, 42, dan gosip seolah sudah kesatuan. Di mana ada Feni, di situ pasti ada gosip yang sedang dibicarakan. Sejak 2002, Feni menjadi host program berita hiburan Silet. Hingga saat ini dia masih membawakan acara dengan tema serupa. Mengupas kehidupan para selebriti. Namanya Rumpi No Secret.
Wajar saja jika gelar Ratu Gosip disematkan kepada Feni. Menanggapi hal itu, Feni mengaku tidak masalah. Dia menyebut tak peduli. Yang dilakukannya sebatas pekerjaan. ”Namanya pekerjaan pasti melakukannya juga enggak asal-asalan. Gosipnya tetap ada etikanya,” katanya ditemui di Synergy Room, Panasonic, Cawang, Jakarta Timur.
Bagi Feni, tidak ada yang salah dengan mengorek cerita public figure. Yang mereka alami sangat mungkin dialami juga oleh orang biasa. Yang menjadikan cerita mereka bombastis adalah karena mendapat sorotan dari masyarakat. ”Padahal, kan sebenarnya mereka sama saja,” tutur Feni.
Ditanya soal public figure mana yang ingin sekali diwawancarai, Feni mengaku tidak punya satu nama spesifik. Dia tertarik mengulik cerita siapa pun selebritinya. Namun, Feni menegaskan, itu bukan lantaran dirinya kepo. Namun, perempuan kelahiran Malang, Jawa Timur, tersebut ingin belajar dari pengalaman orang-orang yang diajaknya ngobrol sebagai bintang tamu Rumpi No Secret. ”Setiap orang punya sisi lain untuk dipelajari. Termasuk para public figure. Saya selalu mengambil pelajaran dari cerita-cerita mereka,” ujarnya.
Feni sangat senang jika diberi tugas untuk mengorek cerita artis-artis muda. Misalnya, Prilly Latuconsina atau Aliando Syarief. Dari mereka Feni mengaku bisa mendapat pelajaran baru. ”Mereka kan hidup di zaman yang berbeda dengan saya. Saya jadi tahu bagaimana mereka tumbuh di zaman yang seperti ini,” ungkap Feni.
Dia juga senang jika diberi tugas menggali kisah para artis senior. Dari mereka, Feni tahu cara-cara bertahan di industri entertainment. Apa rahasia mereka untuk menjaga passion dan profesionalitas. ”Mungkin banyak yang bilang, ’Ah, itu gosip.’ Tapi, kan kita bisa belajar dari segala hal. Bergantung kita mau lihat dari sisi mana. Kalau saya, pilih melihat sisi baiknya,” terang lulusan FISIP Antropologi Universitas Indonesia 1998 itu.