Delik KUHP Sumber Overkapasitas Lapas

bandungekspres.co.id – Masalah overkapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia menjadi persoalan yang sulit diurai. Tanggung jawab itu seolah dibebankan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Padahal, yang menjadi pangkal persoalannya tak lain kebijakan hukum pidana dalam KUHP

Peneliti Center Detention Studies (CDS) Gatot Goei mengatakan, overkapasitas hunian lapas dan rutan harus dilihat lebih jauh. Maalah itu bukan hanya tanggung jawab Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM. ”Kalau dilihat dari hulunya, persoalan ini akibat kebijakan pidana dalam KUHP yang saat ini menitikberatkan pada pidana penjara,” terang Gatot.

Gatot menyebut pidana penjara masih menjadi primadona pemidanaan. Hampir 97 persen atau 575 rumusan delik diancam dengan pidana penjara. Bahkan, Penal Reform International, lembaga swadaya masyarakat internasional yang peduli terhadap pemidanaan proporsional, menyebutkan bahwa kepadatan penjara merupakan akibat kebijakan peradilan pidana, bukan meningkatnya kejahatan.

Penggunaan penahanan sebelum peradilan dan praktik pemidanaan yang kaku merupakan dua faktor penyebab overkapasitas. Misalnya saja penahanan untuk kasus-kasus ringan di proses penuntutan dengan pelaku ditempatkan di rutan.

”Karena KUHP yang seperti itu, penegak hukum juga tidak punya pilihan, selain menerapkan penahanan dan hukuman yang ancamannya penjara,” terang Gatot.

Gatot punya data perbandingan di negara lain, salah satunya Thailand. Negeri Gajah Putih itu saat ini juga memiliki masalah overkapasitas lapas. Malah angka overkapasitas di Thailand lebih besar daripada Indonesia.

Kapasitas lapas di Thailand saat ini sekitar 150 ribu. Jumlah lapas dan rutan negeri itu 471 unit. Jumlah narapidana dan tahanan di Thailand 316 ribu orang. Sedangkan petugas lapas dan rutan hanya 10 ribu orang.

Di Indonesia, ada 470 lapas dan rutan dengan kapasitas total 118.390 orang. Jumlah penghuni 182.202 orang (per 2 April 2016) dengan petugas 31 ribu orang. ”Overkapasitas Thailand jauh lebih besar dibanding di Indonesia,” tegas Gatot.

Nah, Thailand kini mulai mengubah sistem pemidanaannya. Penanganan kasus-kasus ringan tidak selalu berujung penjara. ”Kerajaan Thailand sekarang membatasi kasus pidana,” katanya. Misalnya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam kasus seperti itu, polisi akan memaksa korban dan pelaku berdamai.

Tinggalkan Balasan