7 Tahun Lagi, Jumpa Gerhana Matahari Paling Langka

Setelah 20 April 2023, gerhana matahari total baru bisa terlihat lagi pada 20 April 2042. Menariknya, dua gerhana matahari total tersebut terjadi pada tanggal yang sama, yaitu 20 April. Karena itu, selisih keduanya bisa dinyatakan tepat bulat 19 tahun. Namun, di luar kesamaan tanggal tersebut, dua gerhana matahari total itu sama sekali berbeda. Salah satu bedanya, 2023 adalah gerhana matahari hybrid, sedangkan 2042 adalah ”murni” gerhana matahari total.
Perbedaan lainnya adalah gerhana matahari total 2023 hanya melintasi Indonesia bagian timur, sedangkan 2042 hanya melintasi Indonesia bagian barat. Wilayah yang dilintasi adalah Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan Barat. Artinya, cakupan wilayah yang dilintasi gerhana matahari total 2042 lebih luas daripada 2023, namun masih lebih sempit jika dibandingkan dengan 2016.
Yang juga menarik adalah meski pola lintasan gerhana matahari total berbeda, provinsi yang dilintasi pada 2042 adalah bagian dari provinsi yang dilintasi pagi ini. Itu menjadi kabar baik bagi provinsi-provinsi yang sekarang sedang merayakan gerhana matahari. Sebab, mereka akan merasakan setidaknya dua kali gerhana matahari total dalam waktu yang relatif singkat.
Durasi gerhana matahari total pada 2042 di Indonesia mencapai 3 menit 30 detik. Hampir sama dengan durasi gerhana matahari total 2016.
Kasubbag Publikasi dan Layanan Informasi Publik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Mega Maedita mengatakan hasil riset GMT kemarin tidak bisa seketika itu keluar. Dalam sebuah proses riset atau penelitian, momen GMT kemarin seperti menjadi agenda pengumpulan data. ”Setelah itu baru dianalisis di kantor Lapan di Jakarta atau di Bandung,” katanya kemarin.
Mega bertugas mewakili Lapan di pantai Tanjung Kelayang. Dia mengatakan hanya bertugas sebagai pemantau saja, bukan peneliti. Lapan tidak menjadikan Tanjung Kelayang sebagai lokasi penelitian gerhana Matahari. Lapan hanya melakukan penelitian di Benteng Tolukko, Ternate dan Maba, Halmahera Timur.
Mega mengatakan nantinya masing-masing periset akan membawa hasil pengamatannya untuk dilakukan analisis. ”Mungkin butuh waktu beberapa bulan. Tapi pasti akan kami publikasi,” jelasnya. Dia juga belum bisa memastikan apakah tim periset mengalami kesulitan penggalian data, karena kendala cuaca di lokasi penelitian.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan