Karena itu, INSA sudah protes ke Kementerian Keuangan agar kapal-kapal asing juga dikenai pajak yang sama dengan kapal domestik. ”Potensinya sangat besar. Kalau harga komoditas sedang bagus, negara bisa dapat Rp 80 triliun per tahun dari pajak kapal asing. Itu lebih baik daripada terus-menerus kejar pajak pribadi,” ujarnya kesal.
Sepak terjang Memey dalam industri pelayaran tidak perlu diragukan lagi. Dialah satu-satunya perempuan yang berhasil menjadi pemimpin industri pelayaran nasional. Pada 2011 dia terpilih sebagai ketua umum INSA. Lalu, akhir 2015 dia kembali terpilih untuk periode kedua hingga 2019. ”Dulu ayah saya juga ketua umum INSA,” terangnya.
Perempuan ramah tersebut memang mewarisi kerajaan bisnis ayahnya, almarhum Hartoto Hardikusomo. Dia bisa mengembangkan bisnis perusahaan dengan apik. Terbukti, jumlah kapal berkembang dari hanya dua unit menjadi belasan unit. ”Sebenarnya saya terjun ke bisnis pelayaran tanpa sengaja,” katanya.
Perjalanan hidup Memey berubah 180 derajat ketika sang ayah meninggal pada 1994. Sebagai anak sulung di antara tiga putri, Memey harus menerima tongkat estafet bisnis yang dibangun ayahnya sejak 1972 dengan bendera Andhika Lines. Padahal, Memey telah memiliki karir mapan di sebuah perusahaan keuangan di London. ”Saya harus pulang dan mulai belajar dari nol,” ungkapnya.
Menggeluti bisnis pelayaran, pergudangan, dan bongkar muat membuat perempuan yang berulang tahun setiap 22 Juni tersebut akrab dengan kehidupan pelabuhan yang dicitrakan sebagai kawasan keras. Namun, dia mengaku selama ini belum pernah ada yang kurang ajar. ”Di lingkungan seperti itu tidak perlu kasar dan emosian. Kalau kita senyum, mereka justru segan,” katanya. (wir/c5/sof/rie)