Ilmu Tim Dapur Menurun dari Senior

”Setiap tim dapur mendapat pelatihan selama sebulan, seperti cara menggunakan takaran bumbu, etika melayani, dan lain-lain. Lalu, belajar praktik langsung ke senior, jadi menurun ilmunya,” terang Siswono.

Dengan tiga jadwal makan dikalikan jumlah orang yang diangkut kapal, sedikitnya ada 1.155 porsi yang harus disiapkan setiap hari. Jumlah itu bisa lebih karena selalu ada porsi cadangan.

Tim dapur juga harus menyiapkan menu ekstra sehari dua kali. Masing-masing pada pukul 10.00 dan 20.00. Atau total sekitar 800 porsi dalam sehari. Bentuknya, bisa roti isi selai, burger isi daging, maupun sosis. Juga, umbi-umbian lengkap dengan teh manis.

Memasak dalam jumlah besar sebanyak tiga kali sehari plus dua makan ekstra jelas butuh fisik prima. Apalagi, kendati tim logistik terdiri atas 20 orang, yang intens dalam memasak hanya delapan orang.

Delapan orang lainnya bertugas menjaga pantry di dek D dan E. Sisanya bertugas di bagian penyajian sambil sesekali ikut membantu. ”Jadwal penanggung jawab utamanya saja yang di-rolling, tapi semua tetap ikut bantu,” kata Kepala Badan Logistik Letnan Satu Restu Anugerah.

Untung, kerja berat tersebut didukung peralatan dapur yang modern. Misalnya, blender, tungku goreng, hingga boiler. Semua peralatan itu tersedia dalam ukuran jumbo.

Boiler, misalnya, memiliki tinggi 1 meter dengan diameter 0,5 meter. Untuk sekali masak, boiler tersebut mampu menanak nasi hingga puluhan kilogram.

Total empat boiler ada di dapur kapal yang berangkat dari Surabaya pada 25 Januari lalu itu. Fungsinya, selain bisa menanak nasi, juga memasak sayur maupun daging dalam jumlah jumbo. ”Anggota biasanya sudah tahu ukuran seberapa banyak bumbu untuk satu tempat,” tutur Restu.

Terkait menu, lanjut dia, pihaknya mengajukan sejak beberapa hari sebelum pemberangkatan. Itu penting untuk menentukan barang dan makanan apa yang harus dibelanjakan. ”Kami belanja selama tiga hari sampai sebelum berangkat,” imbuhnya.

Perencanaan memang menjadi fase terpenting bagi tim logistik. Sebab, jika ada satu bahan atau bumbu saja yang tertinggal, misalnya garam, mereka bakal repot sekali. ”Kalau di darat ada yang kurang, tinggal ke warung, lha kita mau ke mana,” kata pria asal Makassar tersebut.

Tinggalkan Balasan