Kebiri Tak Kurangi Pencabulan

[tie_list type=”minus”]Tiap Tahun Tren Tetap Meningkat[/tie_list]

bandungekspres.co.id– Kasus kekerasan seksual, di Indonesia termasuk di Jabar trendnya semakin meningkat. Munculnya wacana hukum kebiri bagi pelaku kekerasan seksual tersebut, dinilai tak akan efektif.

”Hukuman kebiri, itu emosional saja,” ujar Guru Besar Hukum Pidana dan Sistem Peradilan Pidana Unisba Edi Setiadi kepada wartawan di Seminar Nasional, Perlindungan Hukum terhadap Anak yang menjadi Korban Kekerasan, belum lama ini.

Menurut Edi, kalau hukuman kebiri tersebut menjadi regulasi, maka harus dipikirkan siapa yang nanti akan memulihkan. Sebab, hukuman kebiri bukan mematikan hasrat seksualnya tapi dihentikan sementara sepanjang pelaku menjalani hukuman.

”Misalnya, pelaku dihukum selama tujuh tahun. Jadi, dikebirinya selama tujuh tahun. Nah, nanti siapa yang memulihkan,” katanya.

Edi menilai, akan banyak persoalan hukum kalau hukum kebiri itu diberlakukan. Sebab, tujuan awal hukum kebiri untuk memberi efek jera, belum tentu bisa tercapai.

”Saya berpendapat itu agak emosional keputusan seperti itu. Kalau kebiri, untuk efek jera, tak akan tercapai. Jadi, cari alternatif lain untuk hukuman itu,” katanya lagi.

Saat ditanya tentang hukuman seperti apa yang bisa membuat pelaku kekerasan seksual jera, Edi mengatakan pesimistis dengan pemberlakukan hukum di Indonesia. Sebab, hingga saat ini beberapa kejahatan yang sebenarnya bisa diberlakukan hukum maksimal masih jarang dilakukan.

”Di Tiongkok, hukum shock terapinya berhasil. Misalnya, kasus korupsi ada yang sampai hukuman mati,” katanya.

Namun, kata dia, di Indonesia hingga saat ini belum ada hukuman mati untuk korupsi kasus Bansos (bantuan sosial). Padahal, banyak kasus Bansos yang merugikan negara cukup besar. ”Kasus yang lain juga begitu, masih jarang yang vonis hukumnya maksimal,” katanya.

Selain itu, kata dia, Indonesia tidak mengenal hukuman untuk jera tapi, untuk membuat orang menjadi baik. Jadi, istilahnya lembaga permasyarakatan bukan membuat jera. ”Dulu, hukuman yang menjerakan itu hukum kolonial. Selama istilahnya LP, tak akan buat jera,” urainya.

Khusus untuk kekerasan anak, kata dia, saat ini hukum maksimalnya 12 tahun. Namun, selain memberikan sanksi pada pelaku, ada kewajiban bagi negara untuk memberikan kompensai bagi korban. ”Saat ini, ada 21 juta pelaku dan korban kekerasan. Memang, kalau negara memberikan kompensasi bisa bangkrut,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan