Polri Temukan Bukti Upaya Bentuk Negara Baru

[tie_list type=”minus”]Tidak Ada Solusi bagi Mantan[/tie_list]

PEMERINTAH belum kunjung memutuskan solusi bagi ribuan warga eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang kini tinggal di penampungan-penampungan. Salah satu opsi solusi yang masih ditimbang-timbang adalah mengikutkan mereka dalam program transmigrasi.

Namun, solusi yang disiapkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa itu sulit terealisasi. Ada kekhawatiran dari kementerian penanggung jawab transmigrasi, yakni Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), soal respons dari daerah.

Dirjen Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Pemukiman Transmigrasi Kemendes PDTT Ratna Dewi Andriati mengaku, pihaknya tidak bisa memutuskan secara sepihak. Pemerintah daerah (pemda) yang dituju untuk program transmigrasi juga memiliki kewenangan memberikan tanggapan. ”Sebab, transmigran juga mengemban tugas membantu perekonomian di daerah yang dituju,” ujar Ratna saat dihubungi kemarin.

Selain itu, menurut dia, stigma yang beredar di masyarakat luas cenderung menyebutkan eks Gafatar adalah mantan pengikut aliran sesat. Meski, hingga saat ini belum ada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengatakan Gafatar demikian. Itulah yang juga menjadi pertimbangan penting dari pihaknya. ”Kami tentu tidak ingin ada konflik dengan mengirim mereka (eks Gafatar, Red),” ujar Ratna.

Sejauh ini, pemerintah masih berkutat pada proses pemulangan. Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulistyanto dalam rapat kerja antara Kapolri dan Komisi III DPR di gedung parlemen, Jakarta, mengungkapkan bahwa jumlah warga eks Gafatar yang dipulangkan ke daerah masing-masing sudah sekitar 2.500 jiwa. ”Sisa 1.700 sekian warga belum dipulangkan,” kata Arief.

Arief menyatakan, setelah aksi pembakaran kamp eks Gafatar, situasi saat ini sudah berjalan kondusif. Polda Kalbar yang saat ini bekerja sama dengan Direktorat Tipidum Mabes Polri telah mengembangkan pengusutan kasus kelompok sesat buatan Ahmad Musadeq itu. ”Diketahui bahwa semua proses operasi itu berlangsung di luar Kalbar, sementara Kalbar itu hanya ending-nya,” kata Arief.

Di tempat sama, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan, secara kronologi, warga eks Gafatar di Mempawah, Kalbar, memang selama ini membuat kelompok yang eksklusif. Keberadaan mereka langsung menjadi perhatian saat kasus dr Rica menjadi pusat atensi publik. ”Karena diberitakan masif, imbasnya adalah banyak masyarakat yang khawatir ada keterlibatan anggota keluarga lain,” kata Badrodin.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan