Lebih Efektif dengan Pendekatan Pop Culture

Setelah sekian lama ditunggu-tunggu, akhirnya lagu bertema antikorupsi itu dibuat juga. Hanya, dia tidak menyanyikan lagu tersebut bersama ERK, tapi dengan band Indie Art Wedding. Band itu beranggota Cholil dan sang istri, Irma Hudayana. Lagu berjudul Bukan Andalan masuk dalam album Frekuensi Perangkap Tikus volume 2 yang baru dirilis pekan lalu.

Saat hadir dalam perilisan album yang digelar di Usmar Ismail Hall, Kuningan, Jakarta Selatan itu, Cholil tampil dengan sang istri. Dengan suara yang bercorak vintage, Irma menghibur puluhan orang di sana. ’’Mengapa, sukanya/Mengada-ada/Yang tidak ada/Jangan kaget, jika suka menyontek/Mengambil jalan pendek/Nanti gelapkan aset.’’

Irama akustik menyertai dengan mendayu. Di akhir lagu, Cholil yang berperan sebagai penyanyi latar lalu menimpali dengan nada cepat. ’’Janganlah kemakan, tampilan kemasan/kelihatan bangsawan, dalemannya preman/Berlagak agamais, padahal oportunis/Ngomongnya manis manis, kelakuannya iblis.’’

Korupsi di negeri ini begitu bebal dan jadi tabiat. Dengan bahasa keras sekalipun, si terkritik sudah sangat kebal. Jemu rasanya. Tapi, melawan lewat seni pada hakikatnya merawat perlawanan dalam sebuah keabadian.

Buktinya, Blowin in the Wind dan The Times They Are a-Changin yang diserukan Bob Dylan pada medio 1960-an tetap relevan dijadikan sebagai sebuah lagu protes sampai sekarang. Konteks antiperang Vietnam kini ditarik dalam berbagai masalah.

Dan semangat merawat perlawanan dalam keabadian itulah yang ingin Cholil sampaikan. Setelah menyanyikan lagu Bukan Andalan, dia dan istrinya memainkan lagu lain.

’’Dan sebab hidup itu pendek/karena seni itu panjang,’’ lirik itu diterjemahkan dari bahasa Latin ars longa, vita brevis ciptaan filsuf Yunani, Hipocrates.

’’Karena seni membuat semua terasa mudah/karena seni membuat semua lebih asyik.’’ Sembari mengepalkan tangan, Cholil meminta perjuangan melawan antikorupsi lewat seni tidak boleh berhenti.

Sebenarnya, banyak ragam penyampaian kritik. Tak mesti telak menghunjam seperti band punk hardcore asal Bandung, Jeruji, yang kecewa dengan korupsi di polisi lalu disalurkan lewat lagu Fuck Off Police. Beruntung, lagu yang dirilis pada Orde Baru itu tak menghilangkan nyawa mereka.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan