bandungekspres.co.id– Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal makin terdesak oleh masuknya produk TPT impor dan selundupan ke Indonesia. Pelaku industri khawatir produk TPT lokal kian kehilangan pasar di negeri sendiri jika kondisi itu terus dibiarkan.
’’Pada 1980–1990-an, produk TPT lokal kita masih mampu menguasai 80–90 persen pasar domestik. Namun, sejak 2010, penguasaan pasar terus berkurang dan sekarang tinggal 30 persen. Selebihnya diisi produk impor, baik legal maupun ilegal,’’ ujar Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat kemarin (9/12).
Dia mengungkapkan, kemerosotan penguasaan pasar tersebut disebabkan berbagai hal. Salah satunya, efek perjanjian kerja sama perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) yang memberikan kemudahan-kemudahan terkait dengan masuknya barang dari luar negeri. ’’Makin mudah impor, otomatis makin banyak produk TPT asing yang masuk Indonesia,’’ katanya.
Ade tidak terlalu mempermasalahkan bila produk TPT impor masuk ke Indonesia secara legal. Sebab, produk-produk itu telah mengikuti ketentuan yang disyaratkan pemerintah serta lolos pemeriksaan Bea Cukai. ’’Silakan saja kalau masuknya legal, dokumentasi lengkap, punya izin, membayar pajak, dan harga wajar,’’ tutur dia.
Yang berbahaya, kata dia, adalah masuknya produk TPT secara ilegal. Produk-produk ilegal tersebut selama ini telah menghancurkan industri TPT nasional. Sebab, produk ilegal itu dipasarkan dengan harga yang jauh di bawah harga normal. ’’Kebanyakan konsumen Indonesia tidak terlalu mementingkan kualitas. Yang penting, harganya murah,’’ ungkapnya.
Akibatnya, produk TPT ilegal makin merajalela di pasar dan produk TPT lokal makin tergerus di pasar domestik. Membanjirnya produk impor TPT ilegal, lanjut Ade, harus segera mendapat penanganan dari pemerintah sebelum banyak industri TPT lokal yang mati. ’’Kami dari industri sudah teriak-teriak ke pemerintah untuk menyetop hal ini,’’ tegas Ade.
Dia mengapresiasi langkah Bea Cukai yang baru-baru ini menangkap dan menyita produk-produk TPT ilegal asal Tiongkok senilai puluhan miliar rupiah. Meski demikian, pihaknya berharap langkah itu konsisten dilakukan untuk menimbulkan efek jera bagi importer nakal. ’’Sekarang pasar kita tinggal 30 persen dan diperebutkan ribuan produsen TPT lokal,’’ tuturnya.