Terapkan Pola Menjadi ”Mata–Mata”

Sebab, dia tahu bahwa kandungan sejarah di rumah itu sangat tinggi. ”Di rumah di Jalan Cikini itu, Tomegoro pernah bertemu dengan Tan Malaka. Di rumah itu pula, Soekarno juga bertemu dengan Tan,” tuturnya.

Untuk mewujudkan keinginan itu, Wenri pun mulai mencari cara. Kebetulan, di seberang rumah tersebut ada sebuah restoran masakan Sunda. Akhirnya, selama seminggu dia ”memata-matai” rumah itu dengan menjadi pengunjung restoran. ”Kapan pemilik datang dan bagaimana aktivitasnya harus diketahui,” paparnya.

Setelah merasa bahwa informasinya cukup, Wenri memutuskan untuk ”nyanggong” di depan rumah itu pada suatu sore. Tak lama kemudian, pemilik rumah itu pulang. ”Saat itu saya langsung menyapa dan obrolan tentu saja soal Achmad Soebardjo. Ternyata pemilik rumah itu sekarang anaknya Soebardjo, Rohadi Soebardjo,” ujarnya.

Berbagai cerita soal Soebardjo akhirnya menghangatkan hubungan keduanya, Wenri dan Rohadi. Kepada Rohadi, Wenri menuturkan bahwa ada sebuah paviliun di rumah tersebut yang sebenarnya sangat bersejarah.

Paviliun yang selama seminggu dihuni salah satu pelaku kemerdekaan yang paling misterius, Tan Malaka. ”Namun, pembicaraan itu belum membuat Rohadi mengajak saya melihat paviliun tersebut,” ujarnya.

Karena itulah, Wenri mendatangi rumah Rohadi saat pemiliknya pergi. Penjaga keamanan yang mengetahui bahwa Wenri teman si pemilik mengizinkannya masuk. ”Saat itulah saya kemudian bisa masuk paviliun itu. Paviliun bersejarah itu ternyata gelap, bahkan tidak ada aliran listrik,” paparnya.

Namun, dengan berhasil masuk ke paviliun tersebut, setidaknya dia bisa menceritakan bagaimana detail bangunan untuk bahan buku Jejak Intel Jepang. ”Arsitektur bangunan hingga kondisinya sangat berarti untuk diketahui,” ujarnya.

Untuk menjaga hubungan baiknya dengan Rohadi, Wenri akhirnya tetap menceritakan bahwa dirinya telah masuk ke paviliun tanpa izin. Di luar dugaannya, bukan marah, Rohadi malah menawarinya untuk mengadakan berbagai acara di rumah tersebut. Khususnya di paviliun itu.

Wenri menduga, Rohadi kangen dengan suasana awal kemerdekaan. Yakni, ketika rumah itu menjadi tempat berkumpulnya tokoh-tokoh bangsa untuk berdiskusi.

Kelebihan Wenri, dia bisa menulis dan bertutur lisan dengan sama memikatnya. Lewat tangannya, sejarah menjadi terasa segar. Lewat tuturannya, sejarah bisa dipahami sembari berkali-kali terpingkal.

Tinggalkan Balasan