Ada Yang 650 Tahun hingga Bentuk Tutur Tujuh Jam

Produk budaya lain didapatkan Titik dan tim di Cirebon. Bukan dalam bentuk tulisan, melainkan tuturan lisan. Ada seorang warga berusia lanjut yang mampu menjelaskan budaya setempat. Syaratnya, harus ada iringan musik dari kecapi. Kala itu Titik dan tim memiliki agenda kegiatan di Cirebon. Warga tersebut lalu diundang ke lokasi acara dan diminta menembang. ’’Tujuh jam dia melantunkan cerita itu dan kami rekam semuanya,’’ ucap Titik.

Apabila tidak direkam, Titik khawatir cerita tersebut akan hilang bersamaan dengan meninggalnya sang penutur. Rencananya, hasil penuturan selama tujuh jam itu disajikan dalam bentuk transkrip tulisan. Budaya tutur, lanjut dia, banyak dan tersebar di berbagai daerah. Contoh yang paling banyak ada di NTT.

Di antara sekitar 60 jenis naskah yang berhasil didapatkan, Titik mengaku paling terkesan saat mengakuisisi naskah di Karangasem. Pemiliknya sangat enggan melepas, namun di satu sisi sedang memerlukan biaya. ’’Akhirnya saya bilang, Pak, ini kami hanya menyimpan di Perpustakaan Nasional. Kalau di sini, Bapak akan sulit merawatnya. Bapak sewaktu-waktu masih bisa melihat. Tidak akan kami jual,’’ tuturnya.

Ada pula kitab ritual milik sebuah keluarga di Cirebon. Ketika kitab hendak diakuisisi, si pemilik berat untuk melepasnya karena kitab itu setiap hari digunakan. Akhirnya Titik mengambil langkah untuk mengalihmediakan kitab tersebut dengan cara menulis ulang.

Awalnya hanya satu kitab yang dilepas. Beberapa pekan kemudian, saat ke Jakarta, warga sepuh itu mendapati hasil tulis ulang tersebut lebih bagus daripada kitab tuanya. ’’Akhirnya dua kitab lainnya dia lepas juga setelah kami pastikan bakal dialihmediakan,’’ ujar alumnus Universitas Indonesia itu. Hasil tulis ulang tersebut dikembalikan ke pemilik karena memang diperlukan untuk kegiatan ritual.

Naskah kuno pada dasarnya tidak bisa dinilai dengan uang. Meski setiap mengakuisisi naskah kuno Perpusnas selalu memberikan uang pengganti, hal itu tidak berarti nilai naskah tersebut setara dengan uang yang diberikan.

Sebagian masyarakat pemilik naskah kuno memang mengerti betul betapa berharga naskah yang dipegang sehingga mereka pun jual mahal ketika Perpusnas hendak mengakuisisi. Namun, ada pula masyarakat yang mengikhlaskan begitu saja naskah miliknya tanpa menentukan harga.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan