[tie_list type=”minus”]Melihat Nasib Warga yang Kekurangan Air Bersih di Butur[/tie_list]
Musim kemarau yang berkepanjangan cukup terasa di Sultra, khususnya di Kabupaten Buton Utara (Butur). Tak hanya lahan persawahan yang mengalami gagal panen, warga pun semakin kesulitan mendapatkan air bersih. Terdapat 24 desa dari 4 kecamatan di Butur yang kekurangan air bersih. Satu sumur ’’dikeroyok” satu desa. Warga harus memikul air sejauh satu kilometer.
La Ode Gola – Bone
Tanah mulai retak. Terik mentari begitu menyengat. Musim kemarau belum juga berakhir. Masyarakat pada 24 desa di Kabupaten Butur mulai merasakan kekurangan air bersih. Mereka rela menempuh perjalanan yang cukup jauh demi mendapatkan air. Satu sumur ’’dikeroyok” demi mendapatkan air minum serta keperluan lainnya baik memasak maupun untuk mencuci dan mandi.
24 desa yang mengalami kekeringan terparah tersebar pada 4 kecamatan. Di Kecamatan Kulisusu terdapat 5 desa yakni Desa Waculaea, Lantagi, Malalanda, Tomoahi, dan Triwacu-wacu. Sementara di Kecamatan Bonegunu ada 4 desa yang dilanda krisis air bersih yaitu Desa Ronta, Rante Gola, Gunung Sari, dan Wa Ode Angkalo. Satu desa di Kecamatan Wakorumba yakni Desa Labajaya. Kecamatan terparah yakni di Kulisusu Barat. Ada 14 desa yang mengalami krisis air yakni Desa Lapandewa, Kasulatombi, Labulanda, Karya Bhakti, Marga Karya, Karya Mulya, Dampala Jaya, Mekar Jaya, Lambale, Kotawo, Lauki, Lapero, Rahmat Baru, dan Soloi Agung.
Kehidupan di Desa Katawo Kecamatan Kulisusu Barat misalnya. Warga hanya mengandalkan satu sumur yang dikeroyok puluhan hingga seratusan warga. Hanya sebuah sumur umum yang berada di daerah menjadi harapan masyarakat. Debit airnya pun tak mampu menyuplai kebutuhan warga karena banyaknya orang yang terkadang mengantri di sumur tersebut.
Sumur milik warga yang mengering memaksa mereka mengantri pada sumur umum itu. Sebagian penduduk di Desa Katawo bahkan harus memikul air sejauh satu kilometer karena jarak rumahnya dari sumur umum cukup jauh. ’’Kalau banyak warga yang mengantri di sumur, mereka harus menunggu cukup lama. Soalnya, saking banyaknya yang menimba, timba yang digunakan kadang bertumpuk karena debit air kurang,’’ ungkap Afiffun, Desa Katawo Kecamatan Kulisusu Barat.