Dahlan Iskan baru saja meninggalkan Bogota, Kolombia, menuju Meksiko. Berikut ini tulisannya tentang perkembangan terbaru Kolombia.
Pertama, pemerintah Kolombia berhasil mengatasi mafia kokain di Medellin yang begitu melegenda. Dengan tokoh utamanya Pablo Escobar itu. Zaman kartel yang mengerikan berhasil dilewati. Meski, korban tewas telanjur begitu besar: tiga calon presiden, satu jaksa agung, satu menteri hukum, 120 hakim, belasan wartawan, dan 1.200 polisi. Semua tewas di tangan mafia.
Kedua, pemberontakan bersenjata hampir di seluruh negeri yang berlangsung 50 tahun terakhir sudah reda. Juga setelah membawa korban lebih dari 600 ribu di kedua pihak. Bulan lalu nota perdamaian ditandatangani. Maret tahun depan adalah final perdamaiannya. Setelah DPR menyetujui RUU perdamaian itu.
Aman, damai, stabil, dan tidak gaduh adalah kunci utama dimulainya era pembangunan ekonomi di Kolombia. Yang sekarang gegap gempita. Kini investor dari seluruh dunia mengincar Kolombia. Di segala bidang. Tiongkok baru saja memenangkan proyek jalan tol 200 kilometer.
Infrastruktur di Kolombia memang masih tertinggal. Untung, penduduknya tidak terlalu besar seperti kita. Hanya 48 juta. Tapi, wilayah utamanya yang penuh perbukitan menjadi faktor penyulit pembangunan. Di samping menjadi faktor daya tarik karena bukan main indahnya. Separo wilayah negeri itu bak Priangan semua: hijau, indah, sejuk, dan bergunung-gunung.
Untuk menerobos kesulitan itu, Kolombia meluncurkan paket kontrak 4G. Peraturan dirombak. Keterbukaan tender dibuat telanjang. Hasilnya, empat tahun terakhir ini saja berhasil ditandatangani kontrak proyek PPP (public private partnership) sebanyak 26 proyek. Termasuk terowongan menembus gunung 8,7 km dan jembatan antargunung sepanjang Suramadu: 4,7 km.
Sambil berbincang bersama wakil menteri perhubungan Kolombia dan Dubes Indonesia Nien Tri Mulyani di Bogota Senin lalu, saya teringat sesuatu: Selama 10 tahun terakhir Indonesia hanya berhasil menandatangani satu proyek PPP. Saya tahu karena yang satu itu memang yang jadi tanggung jawab saya saat itu. Puluhan lainnya, termasuk pemanfaatan air Umbulan di Jatim, masih terhambat birokrasi. Sampai sekarang.