PHK Pukul Jabar

Hayani pun membenarkan. Dia mengakui, masalah hubungan industrial memang kebanyakan dapat diselesaikan di tingkat bawah. Kecuali, bagi kasus yang tidak terselesaikan dengan baik sehingga harus menempuh jalur hukum.

”Data yang kami berikan semua terselesaikan dengan baik. Hak-hak pekerja dipenuhi. Sementara yang tidak terselesaikan, data ada di kejaksaan,” katanya.

Hal tersebut didukung Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar. Menurutnya, sistem pendataan PHK yang kurang ideal merupakan dampak dari Undang-Undang Nomor 2/2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial.

Dalam aturan tersebut, pihak yang berseteru termasuk soal PHK bisa langsung membawa kasus itu ke Pengadilan Hubungan Industrial di bawah Mahkamah Agung.

Hal tersebut membuat Kementerian Tenaga Kerja tak punya data lengkap terhadap angka PHK secara riil di Indonesia. Kalau begitu, bagaimana pemerintah bisa menganalisis dan menanggulangi tren PHK di Indonesia.

”Seharusnya, semua data PHK dan penyebabnya bisa dikumpulkan untuk menjadi bahan evaluasi yang ideal,” terangnya.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) membenarkan bahwa banyak perusahaan terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja di awal tahun ini. Efisiensi perlu dilakukan untuk menyelamatkan keberlangsungan usaha di tengah perlambatan ekonomi.

Sementara itu, Ketua Umum Apindo Haryadi B Sukamdani mengatakan terjadinya banyak PHK memang benar adanya. Itu merupakan pilihan sulit untuk dihindari oleh perusahaan. ”Ekonomi kita mengalami kontraksi. Terbukti semester pertama turun ke 4,67 persen dibandingkan 4,71 persen (periode sama tahun lalu),” ujarnya kepada Jawa Pos (induk Bandung Ekspres), baru-baru ini.

Dalam situasi sulit, kata dia, perusahaan secara otomatis harus melakukan efisiensi. Di beberapa sektor, efisiensi harus dilakukan karena produksi berkurang seiring dengan terjadinya penurunan daya beli. Pengurangan jumlah karyawan merupakan upaya efisiensi konkrit untuk mengurangi biaya operasional.

Lalu, apakah situasi saat ini sudah merupakan tanda bahaya? ”Untuk dikatakan sudah level kritis sih belum. Tapi elastis saja. Perusahaan harus memertahankan keberlangsungan bisnisnya terlebih dahulu, memertahankan perusahaan terlebih dahulu. Pada saat membaik nanti lapangan kerja kembali terbuka,” tuturnya.

Wajar saja, kata dia, perekonomian Indonesia saat ini rapuh. Terutama terhadap apa yang terjadi di perekonomian global. Sebab, sejak era pemerintahan sebelumnya tidak pernah sungguh-sungguh membangun fundamental kuat. Terlebih banyak kebijakan yang lebih memertimbangkan unsur populis.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan