[tie_list type=”minus”]Pemerintah Sulit Deteksi Kasus Daerah [/tie_list]
JAKARTA – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) hantam Indonesia. Belasan ribu pekerja pun harus kehilangan mata pencarian utamanya dalam tujuh bulan terakhir. Pengusaha berdalih, ini terjadi karena desakan pertumbuhan ekonomi yang buruk.
Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) membenarkan adanya hantaman tersebut. Tercatat per Juli 2015, ada 11.350 pekerja yang harus menyandang status baru sebagai pengangguran. Data diperoleh dari lima provinsi yang melapor, meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Kalimantan Timur.
Sadar atas kondisi ini, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri langsung mengutus Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Haiyani Rumondang untuk memantau kondisi di daerah. Dari investigasi yang dilakukan, Haiyani mengatakan PHK dilakukan karena desakan ekonomi.
Para pengusaha berdalih terpaksa melakukan penghematan yang berimbas pada PHK karena buruknya pertumbuhan ekonomi. ”Pengurangan produksi sudah dilakukan, tapi ternyata masih dirasa cukup berat,” tuturnya saat ditemui beberapa waktu lalu.
Lebih detil, Direktur Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPPHI) Kemenaker Sahat Sinurat menyampaikan, PHK tersebut kebanyakan dilakukan oleh perusahaan-perusaan yang bergerak di sektor padat karya dan tambang. Seperti tekstil, sepatu, batu bara serta minyak dan gas (migas). Menurutnya, alasan PHK didominasi oleh iklim ekonomi yang tidak bersahabat dan kontrak kerja yang telah rampung.
”Di sektor batu bara misalnya,nilainya yang sedang tidak baik menjadi alasan utama,” tuturnya.
Sementara, terkait dugaan PHK lantaran permintaan upah minimum kerja (UMK) yang terlalu tinggi. Dia membantah. Bantahan itu juga disampaikan saat disinggung tentang buruknya regulasi yang terjadi, sehingga banyak perusahaan yang ingin kabur dari Indonesia. ”Saya rasa tidak. Indonesia itu sangat ramah pada para investor,” ujarnya.
Di sisi lain, angka PHK diduga mencapai angka jauh lebih besar dari data yang disampaikan oleh Kemenaker. Sebab, data tersebut diperoleh hanya dari perusahaan atau serikat pekerja yang melapor ke dinas tenaga kerja (disnaker). Sementara, bila masalah dapat langsung diselesaikan dengan damai antara perusahaan dan pekerja maka PHK tidak akan dicatatkan.