Oleh: Dahlan Iskandahlan
Saya pernah dapat untung besar dari Yunani. Tapi, teman saya pernah jeblok akibat Yunani.
Suatu hari, saya menerima telepon dari teman saya di Athena, ibu kota Yunani. Dia ingin menjual mesin besar yang masih baru dengan harga bekas.
”Kenapa?” tanya saya.
”Tiba-tiba pabrik saya kena gusur. Ganti ruginya bagus.”
”Kenapa?”
”Untuk perumahan atlet,” jawabnya.
Athena memang baru saja ditunjuk menjadi tuan rumah Olimpiade 2004 sebagai peringatan 100 tahun. Olimpiade pertama dilakukan di Athena dan 100 tahun kemudian harus di Athena lagi.
Saya langsung terbang ke Athena melalui Istanbul, Turki. Betul. Masih baru. Uniman 70. Bikinan Jerman. Rencana beli mesin baru dari Jerman saya batalkan.
Pada 2000-2004 Yunani memang lagi jadi bintang. Pertumbuhan ekonominya tertinggi di Eropa. Apa saja dibangun di sana. Galangan kapal raksasa, berbagai stadion, infrastruktur turisme, gedung-gedung, dan perumahan mewah. Maju sekali.
Kemajuan, seperti juga kemiskinan, sulit dihentikan. Ibarat mobil yang berjalan kencang, kalau direm mendadak, bisa banyak kecelakaan.
Maka ketika dana di dalam negeri tidak cukup untuk membiayai kemajuan itu, berutanglah. Kalau perlu dengan bunga agak tinggi. Pemerintah Yunani terus cari utangan. Swastanya tidak mau kalah.
Sampai akhirnya diketahui rasio utang terhadap kemampuan ekonominya njomplang: 120 persen. Bahkan pernah mencapai 200 persen. Padahal, untuk menjadi anggota Uni Eropa, ada pembatasan yang ketat rasio utang terhadap GDP (Perjanjian Maastricht 1992): hanya boleh 60 persen.
Anggaran negaranya pun mulai defisit. Kian besar pula. Mencapai 6-8 persen. Bahkan pernah mencapai 12 persen. Padahal, level defisit yang dibolehkan di Uni Eropa hanya 3 persen.
Buntutnya jelas: bunga terus membubung. Lalu inflasi. Kenaikan harga-harga. Begitu tingginya inflasi di Yunani hingga pernah mencapai 50 persen. Rakyatnya demo. Tidak kuat menerima kenaikan harga-harga. Para pemimpinnya takut tidak disukai rakyat. Gaji dan pensiun pun dinaikkan secara drastis. Akibatnya, defisit anggarannya tambah besar lagi.
Saat para pelaku keuangan dunia melihat angka-angka merah menyala dalam rapor ekonomi yang gawat itu, mulailah mereka menarik dana dari Yunani. Mereka berhitung pada saatnya nanti Yunani pasti dilanda krisis. Lomba cepet-cepetan lari dari Yunani itulah yang membuat krisis kian parah.