Apresiasi Masyarakat terhadap Seni Minim

PADALARANG – Budayawan Aat Suratin yang meramaikan pergelaran Festival Gunungan International Mask dan Puppets di Kota Baru Parahyangan menyatakan, apresiasi masyarakat terhadap seni dan budaya sunda di Jawa Barat terbilang minim. Namun, kalau soal menggemari, mereka memang sangat antusias.

Apresiasi seniman
HENDRIK KAPARYADI/BANDUNG EKSPRESMENGUKIR: Sejumlah pengukir wayang golek saat mengikuti kegiatan Festival Gunungan International Mask dan Puppets Festival 2015 pada 22-24 Mei 2015 yang digelar di Kota Baru Parahyangan Padalarang.

Dia mengakui, memang banyak yang menggemari seni dan budaya sunda. Tapi, menggemari dengan mengapresiasi tentu dua hal berbeda. ”Seni budaya sebagai hiburan memang banyak digemari mereka, tapi kalau untuk apresiasi, saya rasa masih kurang,” tutur Aat kepada wartawan di Kota Baru Parahyangan, Padalarang, kemarin (24/5).

Apresiasi yang dia maksud, yakni hanya sedikit masyarakat yang mendalami atau mencari tahu tentang seni dan budaya Sunda. Lanjut dia, jumlah apresiator saat ini tidak sebanyak jumlah penggemar seni dan budaya. ”Katakanlah 90 persen yang menggemari, 10 persennya apresiator,” tutur dia.

Sementara, karya seni sebagai hiburan amatlah diminati masyarakat. Padahal seharusnya, menggemari dan mengapresiasi karya seni mesti berjalan seiring. Ruang untuk mengolah rasa dan akal perlu seimbang. Aat pun menyadari, perkembangan teknologi saat ini memang mempengaruhi masyarakat dalam memandang karya seni, sehingga, akibatnya seni dan budaya minim diminati. Di sisi lain, karena kemajuan zaman tersebut, karya seni hanya dipandang sebagai penghias atau penghibur.

Jika kondisi tersebut terus terjadi menurut Aat, ketimpangan di dalam kehidupan bakal terjadi. Sebab, manusia lebih banyak yang mengolah akal, tapi tidak mengolah rasa. ”Padahal dua ini harus bersamaan,” tutur dia.

Hedonisme akibat perkembangan zaman, bagi dia, memang menjadi konsekuensi. Karena itu, masyarakat juga perlu memuliakan olah rasa. Selain itu, tambah dia, ruang untuk mengolah rasa itu perlu dibuka. Bukan hanya pemerintah sebagai penyelenggara negara, tapi juga masyarakat pun harus ikut berpartisipasi membuat ruang-ruang tersebut. Salah satunya, lewat gelaran festival seni dan budaya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan